SANG PEMBEBAS

Roman Sejarah dan Kiprah Petualangan Kesatria Tana Ugi, La Maddukkelleng

0 145

JOHOR yang menjadi tujuan La Maddukkelleng memiliki kisah kesohor sebagai negeri para saudagar perantau. Pun demikian dengan kebanyakan perantau dari negeri Bugis Makassar. Kisah-kisah tentang Johor menembus ruang waktu sampai ke cerita pengantar tidur anak-anak lelaki di Tana Ugi.

Johor seperti penguji keberanian sompe’ bagi anak laki-laki. Hingga demikian itu menjadikannya sejak abad ke-13, bahkan ada yang menyebut jauh sebelum itu, para perantau dan pedagang maupun pelarian-pelarian dari negeri Bugis Makassar begitu banyak menjadikan Johor sebagai tempat menetap atau tujuan akhir perjalanan sebelum kembali ke tanah asal.

Tak sedikit yang telah bermukim puluhan atau ratusan tahun. Banyak di antaranya telah menjadi penghuni asli, lahir sejak kakek neneknya. Sebutan orang Bugis hanyalah untuk menjelaskan suku atau etnik mereka sebagai penduduk Johor. Dalam sejarahnya, Negeri Johor merupakan bagian dari Kesultanan Malaka (1400-1511).

Selama abad 15 itu ia menjadi wilayah di bawah Kekaisaran Majapahit yang waktu itu menjadi imperium terbesar di Nusantara. Setelahnya, dari rentang waktu abad ke-16 dan 17 dipenuhi pergolakan yang kompleks. Selalu ikut terseret dan terlibat pasang surut perkembangan politik kawasan Melayu yang dinamis. Bahkan terkadang menjadi tema sentral dari kebanyakan dinamika yang berlangsung.

Tahun 1511 Malaka ditaklukkan oleh Portugis. Hal ini mengubah peta politik kawasan Melayu. Banyak pergulatan dan tarik menarik terjadi. Sultan Malaka waktu itu, Mahmud Syah wafat di Kampar, Riau tahun 1528. Alauddin Syah, putera yang menggantikannya menjadikan Johor sebagai pusat pemerintahan. Sejak itu Malaka yang mulai redup kemudian dikenal sebagai Kesultanan Johor.

Meredupnya pamor Kerajaan Malaka membuka peluang Kerajaan Riau sebagai Imperium Melayu yang masih mampu bertahan dengan kedaulatan penuh. Ia mempunyai wilayah kekuasaan cukup luas, meliputi Johor, Lingga, Pahang, Terenggano, Indragiri, dan Kampar. Riau menjadi penguasa besar sepanjang selat dan pesisir negeri-negeri Melayu.

Johor, yang berada di bawah pengaruh Riau, melalui Sultan Alauddin Syah membangun pusat pemerintahan baru pada kawasan muara Sungai Johor. Selama itu perlawanan terhadap penaklukan Portugal tak pernah berhenti. Pada masa yang sama, dari utara Pulau Sumatra, muncul kekuatan baru Aceh yang mulai melakukan ekspansi wilayah kekuasaan dengan menaklukan beberapa kawasan Melayu dan berusaha mengontrol jalur pelayaran di Selat Malaka.

Kesultanan Aceh selain mencoba menyerang kedudukan Portugal di Malaka, juga menyerang kedudukan Sultan Johor. Akhirnya pada tahun 1613, Sultan Iskandar Muda menaklukan Johor. Sultan Johor beserta seluruh kerabatnya ditawan dan dibawa ke Aceh.

Setahun kemudian yakni di 1614, Belanda berhasil merebut Malaka dari Portugal. Warna baru kekuasaan politik ikut berubah. Belanda membebaskan dan mengakui kedaulatan Sultan Johor atas wilayah kekuasaannya. Pada konflik Portugal-Belanda, Johor memang memilih memihak Belanda. Sejak bersamaan kawasan muara  Sungai Johor kembali muncul sebagai salah satu pelabuhan dagang yang ramai di Semenanjung Malaya.

Setelah itu, Johor kembali dipenuhi banyak konflik. Terbesar adalah dengan Jambi yang diawali dengan kedua belah pihak berselisih paham mengenai perebutan kawasan yang bernama Tungkal. Pada masa ini Johor diperintah oleh Sultan Abdul Jalil Syah III dan pemerintahan lebih banyak dimainkan oleh Raja Muda. Namun kekuatan Johor yang waktu itu cukup disegani menyebabkan Jambi memilih untuk berdamai. Ketegangan antara Johor dan Jambi sempat reda karena perkawinan antara Raja Muda Johor dengan Puteri Sultan Jambi pada tahun 1659.

CERITA SEBELUMNYA :

Namun 8 tahun kemudian, persengketaan antara Johor dan Jambi kembali meletus secara besar pada tahun 1667. Puncak peristiwa peperangan ini terjadi saat Pengeran Dipati Anum memimpin pasukan angkatan perang untuk menyerang dan memusnahkan Johor secara mengejutkan pada 4 April 1673. Serangan ini berhasil melumpuhkan sistem pemerintahan kerajaan Johor. Dalam usaha menyelamatkan diri, Raja Muda bersama seluruh penduduk Johor lari bersembunyi di dalam hutan. Bendahara Johor ditawan dan dibawa pulang ke Jambi.

Sultan Abdul Jalil Syah III juga melarikan diri ke Pahang. Baginda akhirnya meninggal dunia di sana pada 22 November 1677. Perperangan yang menyebabkan kekalahan kerajaan Johor ini telah mengakibatkan kerugian yang besar bagi Johor. Jambi merampas semua barang berharga milik kerajaan Johor termasuk 4 ton emas, sebagian besar senjata api yang merupakan simbol kemegahan dan kekuatan Johor.

Kehilangan senjata api dan tentara dalam jumlah besar menyebabkan kerajaan Johor tidak dapat berbuat apa-apa, dan hal ini secara tidak langsung meruntuhkan kerajaan Johor. Sejak itulah Johor mengalami masa-masa kelam, miskin dan terpuruk.  (BERSAMBUNG/DETAKKaltim.Com)

Penulis : Andi Ade Lepu

(Visited 1 times, 1 visits today)
Leave A Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!