Persahabatan Orang Bugis dan Madura di Mekkah

0 656

ADA fenomena menarik yang saya amati selama berhaji tahun 2017 ini. Saya menemukan beberapa pembimbing (guide) teknis ritual hajinya adalah anak-anak muda dari Madura, Jawa Timur. Mereka kelihatan gesit, rajin dan profesional membantu tim manajemen travel tempat saya mengikuti ibadah haji. Saya mencatat dan berhasil mewawancarai tiga guide (Mutawwif) dari seluruh rombongan jamaah saya.

Pertama, Abdul Aziz adalah putra nomor 2 dari 5 bersaudara kelahiran Mekkah 8 Desember 1979. Lahir ketika kedua orang tuanya sedang melaksanakan ibadah haji. Ketika hamil. Ibunya selalu berdoa tiap melihat anak-anak di sekitar Ka’bah mengaji dan menghapal Qur’an. Abdul Aziz adalah jebolan Sekolah Madrasah Aliyah As Saulatiyah di Mekkah dan tamat 2005, dan sudah bisa menghafal 30 juz bidang tafsir dan tajwid. Sempat juga belajar di Mahdad Al Arqom bin Abi Arqom selama 2 tahun dari 1999-2001.

Setelah menghafal Al Qur’an. Aziz mengajar Tahfiz Qur’an di Masjidil Haram selama 3 tahun sampai 2005. Sejak Ramadhan 2005, ia terpilih sebagai Imam Tarwih  Ramadhan sebulan penuh di Singapura hingga tahun ini. Aziz mengaku bergabung sebagai Guide di perusahaan travel ini sejak tahun 2006 hingga hari ini.

Kedua, Hasani Sobri juga putra kelahiran Sampan, 3 Mei 1981. Bermukim di Mekkah di kawasan Ajad Musofi dekat pintu King Abdul Aziz sejak 2008. Pernah mengaji di Pondok Sayid Abbas Al Maliki 3 tahun. Mulai belajar menjadi pelayan tetamu Allah sejak tahun 2001 hingga hari ini.

Ketiga, Ainul Yaqin adalah putra Sampan, Madura, 17 Agustus 1973. Bermukim di Mekkah sejak 2007 hingga hari ini. Dua kali setahun mudik ke Sampan. Ainul pernah mengaji di Pesantren Lirboyo Kediri dan di Syekh Ahmad Qosim Al Gomidy, Rois Am Amar Makruf Nahi Mungkar kota Mekkah selama 5 tahun. Belajar menuntun jamaah sejak 2013 hingga hari ini.

Kesan ketiga anak muda pembimbing ini ketika memandu jamaah Bugis atau orang Sulawesi Selatan. Mereka menilai orang Bugis memiliki kemiripan dengan orang Madura atau Jawa Timur, bahwa berusaha semaksimal mungkin agar bisa segera naik haji minimal umrah. Memang mayoritas orang kampung, tapi sopan dan dermawan. Sering  dapat sarung Lipa’ Sabbe (Sutra) dari mereka.

Kesan lain. Jamaah Bugis kadang terkendala faktor bahasa tapi mereka taat pada kedisiplinan beribadah. Suka bergerombol dan belanja oleh-oleh untuk dibawa pulang, misalnya Cerek dan Termos jumbo dan perhiasan emas. Tidak jarang jamaah Bugis ketika pulang. Batas kuota barangnya sering berlebihan dan mereka tambah biaya bagasi, kata Abdul Aziz.

Berprinsip tegas dan berani dan mengutamakan sikap kekeluargaan, dan mudah menerima hal-hal yang benar. Sama seperti orang Madura, kata Hasani Sobri. Tambahan lain dari Ainul Yaqin. Pimpinan perusahaan tempat dia bekerja saat ini menerapkan manajemen yang kelihatan kental penekanan ibadah umrah dan hajinya terhadap jamaahnya dibanding bisnis.

“Beliau itu tegas dan punya watak kepemimpinan, dan menganggap kami sebagai adik-adik dan kita sering makan bersama. Mungkin untuk berpindah ke travel lain berat rasanya,” kata Ainul Yaqin. (M. Saleh Mude, Kontributor Informasi Haji 2017 untuk DETAKKaltim.Com di Mina)

 

(Visited 1 times, 1 visits today)
Leave A Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!