Warga 2 Kampung di Kubar Ajukan 5 Tuntutan ke Manajemen PT GBU

Aksi Damai Dimediasi Kapolsek Damai

0 3,654

DETAKKaltim.Com, KUTAI BARAT:  Sekitar 50 orang mendatangi kantor PT Gunung Bara Utama atau GBU di Kinong, Kampung Jengan Danum, Kecamatan Damai, Kabupaten Kutai Barat (Kubar), Senin (16/9/2024) siang.

Kedatangan mereka bermaksud menindaklanjuti 5 tuntutan yang diajukan kepada manajemen Perusahaan Pertambangan Batubara yang kini di bawah MMS Resources, anak usaha dari MMS Group Indonesia atau MMSGI.

“Rencananya aksi di lapangan (berdemo), tapi setelah koordinasi dengan kawan-kawan, kami ambil langkah ini,” kata Yunus, pimpinan perwakilan 3 kampung dalam mediasi,

Mediasi yang dipimpin Kepala Kepolisian Sektor Damai Inspektur Tingkat Dua Hariyo Jipang Panolan, menghadirkan 4 staf GBU. Yakni Panji Setyadi selaku External Affair & Security, Yahya Ola sebagai Legal Perusahaan, Eriyanto dari External Relations, dan Dedy S Chief Security.

Sedangkan warga yang berasal dari Kampung Jontai dan Kampung Sembuan di Kecamatan Nyuatan, menghadirkan 6 orang sebagai perwakilan dalam mediasi. Yaitu Yunus, Sumarni, Sidarmawan, Aristarkus, Danius Ateng dan Minting. Dihadiri Komandan Komando Rayon Militer 0912-06 Damai, Letnan Dua Armed Sutiono.

Yunus mengungkapkan, tuntutan pertama agar GBU tidak melintas di ruas jalan Kilometer 37. Karena jalan tersebut dibangun dari hasil pajak masyarakat. Tuntutan itu sebagai balasan atas sikap GBU, yang disebut melarang masyarakat melintasi di jalan yang dibangun GBU.

Tuntutan lainnya, agar perusahaan menjalin kemitraan dengan Badan Usaha Milik Kampung atau BUMKa dari tiga kampung.

“Selama ini kami tak diizinkan numpang jalan tambang. Soal BUMKa tak pernah ada solusi kerja sama dengan GBU,” ujarnya.

Menurut Yunus, rekrutmen karyawan GBU selama ini minim dari Kampung Jontai.

Rekrutmen dari Kampung Jontai minim. Tak tahu kalau (ada yang masuk GBU) dari luar mengatasnamakan Jontai,” paparnya sebagai tuntutan ketiga.

Baca Juga:

Ia mengakui, harus mengambil langkah aksi atas dua oknum perusahaan yang dinilai arogan. Sehingga meminta agar keduanya dipecat dari GBU. Terakhir, permintaan diberlakukannya surat kesepakatan warga dan GBU di tahun 2017. Surat itu ditandatangani Djaja Hartono mewakili GBU, dan Iku selaku Anggota DPRD Kutai Barat sebagai perwakilan masyarakat.

Disaksikan dan ditandatangani juga oleh Bupati Kutai Barat FX Yapan, dan Ketua DPRD Kutai Barat Jackson John Tawi.

“Ada MoU (kesepakatan) soal Jalan Tambang yang ditandatangani Bupati, boleh numpang Jalan Tambang,” tegasnya.

Sumarni mengatakan, selain surat dimaksud, masyarakat juga memegang surat rekomendasi dari lembaga adat setempat dan kepala kampung. Serta permohonan pribadi saat meminta izin melintasi JalanTtambang. Namun, tetap saja dilarang untuk menggunakan jalan yang selama 10 tahun belakangan digunakan juga oleh masyarakat.

“Seandainya tak boleh sama sekali lintasi jalan GBU, apa solusinya? Kami hidup dari berladang. Tak ada solusi selama ini, makanya kami dari Sembuan, bicarakan soal jalan di luar lokasi, beberapa bulan ini mau melihat kebun atau ladang pun tak bisa, apalagi mau usaha kayu,” katanya.

Sidarmawan yang berasal dari Kampung Jontai, mengingatkan arti Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945. Ayat 3 berbunyi Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Terkait itu, ia menegaskan mereka adalah rakyat yang ingin sejahtera. Sejak lama, tidak semua bekerja di perusahaan. Termasuk ia yang sehari-hari berkebun, karena mengaku tidak diberi kesempatan di perusahaan. Penerimaan karyawan GBU, dinilai tidak mangakomodasi warga setempat.

“Ini ada bukti, sudah berapa kali ajukan lamaran tak diterima. Ini dibuat lagi, mereka siap kerja. Kami berharap diterima lamaran ini,” tegas Sidarmawan seraya menunjukkan sejumlah amplop berwarna cokelat berisi berkas lamaran dari warga Kampung Jontai.

Merespon tuntutan warga, Panji Setyadi menegaskan tidak ada larangan melintas di Jalan Tambang. Justru GBU menyediakan kendaraan escort atau pengawal. Tujuannya untuk menjamin keselamatan masyarakat saat melintas di jalan perusahaan.

“Boleh, tapi ada aturan untuk menjaga keselamatan masyarakat. Memang jalan ini ada risiko melintas, karena banyak kendaraan berat, dan debu juga tebal,” katanya.

Jika dalam tugasnya, para tenaga keamanan atau security, terkesan arogan, manajemen memohon pengertian warga. Sebab, ketegasan petugas di lapangan untuk menjamin keselamatan pelintas.

Yahya Ola menyebut, sejak GBU diambil alih di tahun 2023 lalu, perusahaan memperhatikan keselamatan masyarakat. Kendaraan escort dihadirkan disertai dengan jam atau waktu melintas yang diatur.

“Kami peduli masyarakat. Kalau dibilang ada larangan, tak ada larangan, tapi kami atur. Ada form harus diisi. Mau kemana, dan siapa saja. Jika diminta menunda, karena ada jam-jam padat kendaraan,” katanya.

“Sampai sekarang GBU tak pernah melarang warga melintas. Kita tetap beri kesempatan melintas. Kami izinkan tapi harus lapor. Kegiatan di dalam harus diberitahukan apa saja. Jika teman security menyetop, itu sudah tugasnya. Yang jaga atau security juga orang kampung,” ujar Eriyanto.

“Soal melintas, dari penjelasan perusahaan sangat bagus tapi tak sesuai di lapangan. Jelas dibilang tidak boleh. Saya bilang mau ke lokasi, tapi tetap tidak diizinkan. Padahal saya bawa pickup, dan tak bawa apa-apa, bukan juga mau bawa kayu. Saya bisa buktikan, ada video pelarangan. Kami ikuti aturan, turun dari mobil dan isi form,” kata Danius Ateng.

“Mohon maaf jika ada salah anggota bertugas di lapangan. Tujuannya untuk keselamatan semua. Saya juga mohon maaf. Silahkan izin dulu, kalau kami persilahkan tanpa izin perusahaan, kami bisa dipecat,” ungkap Dedy S sebagai Kepala Tenaga Pengamanan di PT Mahaguna Karya Indonesia (MKI) yang mengoperasikan GBU.

“Bulan ini MKI ada lowongan security di wilayah RKR (perusahaan kayu PT Rimba Karya Raya). Sembuan dan Dempar sudah buat lamaran, Jontai yang belum. Kami selalu hubungi 12 petinggi (Kepala Kampung) setiap ada lowongan,” imbuhnya.

Soal BUMKa, GBU akan melakukan pendampingan dari sisi Corporate Social Responsibilty (CSR). Salah satunya, melihat potensi dimiliki Desa atau Kampung. Sedangkan soal tenaga kerja lokal, GBU berusaha mengakomodir mengutamakan warga di wilayah Ring 1 yang mencakup 12 Kampung. Hanya saja, tergantung kebutuhan perusahaan.

“Mungkin lamaran sudah masuk ke GBU atau mitra kerja. Kami sudah koordinasi dengan para petinggi. Lamaran harus ada rekomendasi dari petinggi. CDI dan BSS ada mulai buka Tambang di wilayah Sembuan, Jontai, dan Dempar. Memang ada yang ikut tes, tapi kebutuhan user (pengguna) tidak masuk,” kata Yahya Ola dan Eriyanto.

Menurut Minting yang pernah menjabat Kepala Kampung Jontai, beragam usaha masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidup. Salah satunya usaha kayu yang dibawa keluar dari hutan sekitar kampung.

“Kalau disebut illegal logging (pembalakan liar), stop semua. Saya lihat di Intu Lingau tetap jalan. Apakah illegal logging hanya di GBU?” ujarnya.

Manajemen GBU menegaskan tidak toleran jika ada indikasi pembalakan liar. GBU tidak mengizinkan apabila warga masuk ke wilayah GBU, untuk mengambil kayu. Karena GBU memiliki tanggung jawab sebagai pemegang Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan atau PPKH.

Siapapun yang melakukan kegiatan penebangan pohon dalam izin GBU dan sekitar lokasinya, GBU tidak akan memberikan izin termasuk izin melintas.

“Kami tak izinkan warga ambil kayu. Itu pasti. Di surat Bupati juga tak ada soal kayu. Itu kami perhatikan,” tegas Yahya Ola.

“Kalau illegal logging kami tak bisa bantu, karena kami juga akan kena sanksi. Mohon maaf kami tak bisa bantu, beri izin atau bilang bisa keluar. Silahkan koordinasi dengan Dinas Kehutanan,” imbuh Eriyanto.

“Kalau ada illegal logging, laporkan saja. Illegal tidak bisa jadi legal,” tegas Kapolsek  Damai, Ipda Hariyo Jipang Panolan. (DETAKKaltim.Com)

 Penulis: Lee

Editor: Lukman

(Visited 2,836 times, 68 visits today)
Leave A Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!