Curi HP Mahasiswa, Tersangka Andriyanto Dapat Keadilan Restoratif

Asep: Korban Menerima Permintaan Maaf dari Tersangka

0 496

DETAKKaltim.Com, JAKARTA: Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Asep Nana Mulyana memimpin ekspose, dalam rangka menyetujui 14 permohonan penyelesaian perkara berdasarkan mekanisme keadilan restorati, Selasa (20/8/2024).

Jaksa Agung ST Burhanuddin dalam Siaran Pers Nomor: PR – 724/056/K.3/Kph.3/08/2024 yang diterima DETAKKaltim.Com melalui Kapuspenkum Kejaksaan Agung Harli Siregar menjelaskan, salah satu perkara yang diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif yaitu terhadap Tersangka Andriyanto Hulalango alias Mikas dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Gorontalo, yang disangka melanggar 362 KUHP tentang Pencurian.

Kronologi bermula saat Tersangka Andriyanto, Selasa 04 Juni 2024 sekitar Pukul 19:00 Wita di Ruang Aula Gedung Kampus IAIN 2 yang berada di Desa Pone, Kecamatan Limboto Barat, Kabupaten Gorontalo, Saksi korban Alfarizi Saputra Monoarfa alias Putra bersama dengan Saksi Atila Nambing alias Atila, sedang mengikuti lomba di Kampus tersebut.

Pada saat Saksi Korban menaiki panggung untuk melakukan lomba debat, Tas beserta handphone INFINIX NOTE 40 warna hitam ditinggalkan di kursi yang Saksi Korban duduki pada saat itu.

“Setelah Saksi Korban kembali dari panggung, Saksi Korban melihat di tempat duduknya hanya tertinggal Tas dan sementara Handphone-nya sudah tidak ada lagi,” jelas Harli.

Berdasarkan hal tersebut di atas, Saksi Korban melaporkan kejadian kehilangan Handphone miliknya kepada pihak yang berwajib, yang ditindaklanjuti pihak Kepolisian dan berhasil menemukan Tersangka Andriyanto sebagai pelaku Tindak Pidana Pencurian Handphone INFINIX NOTE 40 Warna Hitam milik Saksi Korban Alfarizi.

Mengetahui kasus posisi tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Gorontalo Muhammad Iqbal dan Kasi Pidum Victor Raymond Yusuf serta Jaksa Fasilitator Irawati Mahardiyatsih dan Oryza Justisia Rizky Winata menginisiasikan penyelesaian perkara ini melalui mekanisme Restorative Justice.

“Dalam proses perdamaian, Tersangka mengakui dan menyesali perbuatannya serta meminta maaf kepada Korban,” jelas Asep.

Setelah itu, Korban menerima permintaan maaf dari Tersangka dan juga meminta agar proses hukum yang sedang dijalani oleh Tersangka dihentikan. Selain itu, Pelaku juga mengganti kerugian korban senilai Rp2.899.000,-

Usai tercapainya kesepakatan perdamaian, Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Gorontalo mengajukan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif kepada Plt Kepala Kejaksaan Tinggi Gorontalo.

Setelah mempelajari berkas perkara tersebut, Plt Kepala Kejaksaan Tinggi Gorontalo Sofyan S sependapat untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restorative, dan mengajukan permohonan kepada JAM Pidum dan permohonan tersebut disetujui dalam ekspose Restorative Justice, Selasa, 20 Agustus 2024.

Selain itu, JAM Pidum juga menyetujui 13 perkara lain melalui mekanisme keadilan restoratif, terhadap Tersangka Try Panji Pamungkas alias Tri bin Fitnah Laturu dari Kejaksaan Negeri Muna, yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) Jo Pasal 5 huruf a Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

Tersangka Supriyanto alias Santo Bin Siola dari Kejaksaan Negeri Konawe Selatan, yang disangka melanggar Jo Pasal Pasal 80 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002.

Sebagaimana telah diubah menjadi Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016, tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Subsidair Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

Tersangka Andi Irawan Bin Muhammad Efendy dari Kejaksaan Negeri Palembang, yang disangka melanggar Pasal 335 Ayat (1) Ke-1 KUHP tentang Pengancaman.

Tersangka Elfitri Dayani Binti H Umar Mahmud dari Kejaksaan Negeri Lahat, yang disangka melanggar Pasal 80 Ayat (1) Jo Pasal 76 C Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

Tersangka Abdul Munir alias Dulo dari Kejaksaan Negeri Minahasa, Tersangka Sahril Maku alias Sahril dari Kejaksaan Negeri Bolaang Mongondow Utara, dan Tersangka Syamsurizal alias Izal bin Samsir (Alm) dari Kejaksaan Negeri Pekanbaru. Ketiganya disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

Tersangka Roni Hendro Susilo panggilan Roni dari Kejaksaan Negeri Sawahlunto, yang disangka melanggar Pasal 378 KUHP tentang Penipuan dan Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.

Tersangka Jumanto alias Manto dari Kejaksaan Negeri Asahan, yang disangka melanggar Pasal 480 KUHP tentang Penadahan Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Tersangka Ahmad Irfandi dari Kejaksaan Negeri Belawan, yang disangka melanggar Pertama Pasal 378 KUHP tentang Penipuan atau Kedua Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.

Tersangka Ripai Pakpahan dari Kejaksaan Negeri Humbang Hasundutan, yang disangka melanggar Pasal Primair Pasal 310 Ayat (4) Junto Pasal 106 Ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 22 tahun 2009, tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Subsidiair Pasal 310 Ayat (3) Junto Pasal 106 Ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Tersangka M Safii dari Kejaksaan Negeri Karo, yang disangka melanggar Primair Pasal 374 KUHP tentang Penggelapan dalam Jabatan Subsidair Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.

Dan Tersangka Erizal dari Kejaksaan Negeri Medan, yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan.

“Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain, telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf,” jelas Asep lebih lanjut.

Baca Juga:

Tersangka belum pernah dihukum; Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana; Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 tahun; Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya; Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;

Selanjutnya, Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke Persidangan, karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar; Pertimbangan sosiologis; dan masyarakat merespon positif.

Selanjutnya, JAM Pidum memerintahkan kepada para Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2).

Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020, dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum. (DETAKKaltim.Com)

Sumber: Siaran Pers/K.3.3.1

Editor: Lukman

(Visited 29 times, 1 visits today)
Leave A Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!