Kasus Dugaan Pencabulan Anak di Kampung Sembuan, Tahap 1

Korban Depresi dan Sempat Dirawat di RSJ Atma Husada Samarinda

0 936

DETAKKaltim.Com, KUTAI BARAT: Keluarga anak yang diduga menjadi korban pencabulan di Kampung Sembuan, Kecamatan Nyuatan, Kabupaten Kutai Barat, akhirnya merasa lega. Setelah mendapat Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan  (SP2HP), dari Penyidik Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Kutai Barat. Penyidik melakukan Tahap I Pengiriman Berkas Perkara ke Kejaksaan Negeri Kutai Barat.

SP2HP bernomor B/65/VIII/RES.1.24/2024/Reskrim tertanggal 1 Agustus 2024 itu disampaikan kepada ayah kandung korban, sebut saja Bunga (bukan nama sebenarnya).

“Ya, saya sedikit lega. Setelah hampir empat bulan kami melaporkan, sekarang sudah Tahap I,” ujar E, seraya menunjukkan SP2HP dimaksud, Kamis (1/8/2024).

E mengungkapkan, laporan dugaan pencabulan terhadap anaknya yang masih berusia 16 tahun, tercatat dengan Laporan Pengaduan Nomor: L.Peng/16/III/2024 tanggal 7 Maret 2024. Tujuh pekan kemudian, barulah terbit Laporan Polisi dengan Nomor: LP-B/70/V/2024/SPK/KALTIM/RES KUBAR. Bersamaan dengan terbitnya Surat Perintah Penyidikan Nomor: SP.Sidik/127/V/RES.1.24/2024/Reskrim di hari yang sama, yakni tanggal 22 Mei 2024.

“Kita mengapresiasi kinerja Penyidik, meski kecewa karena biar sudah jadi Tersangka tapi belum ditahan,” ungkap Mamet, selaku Kuasa Hukum yang mendampingi korban dan keluarganya dalam perkara ini.

Terhadap perkembangan tersebut, ibu kandung Bunga menyampaikan terima kasih kepada Kepolisian.

“Kami berterimakasih kepada bapak Polisi sudah kerja keras. Kami mohon keadilan. Anak kami sampai terganggu kejiwaannya karena pencabulan itu,” kata J, ibu kandung Bunga.

Ia menyebut, akibat pencabulan tersebut, anaknya terpaksa dirawat di Rumah Sakit Jiwa Atma Husada Mahakam, Samarinda.

J menjelaskan, dugaan pencabulan tersebut terjadi pada Senin, 12 Februari 2024 di Kampung Sembuan. Rumah korban dengan terduga pelaku berdekatan. Sekira Pukul 06:30 Wita, saat sendirian di rumah Bunga hendak mandi untuk bersiap ke sekolah. Ayah dan ibunya, serta dua saudaranya sudah berangkat ke Kampung Lingau untuk hadiri acara duka.

Tiba-tiba terduga pelaku masuk ke rumah, lalu ke dapur hingga ke depan kamar mandi yang terbuka. Melihat korban tak mengenakan sehelai kainpun, pelaku masuk dan berusaha melakukan pencabulan. Korbanpun meminta agar pelaku keluar dari rumah.

“Om keluar dulu, saya lagi mandi,” kata J menirukan Bunga.

Karena handuk ada di jemuran di luar kamar mandi, Bunga yang sudah menutup pintu kamar mandipun keluar dan memakai handuk. Ternyata pelaku masih ada dan menyentuh bahu korban. Kemudian memeluk dan menciumi korban. Bungapun berteriak seraya berontak dari pelukan pelaku.

Pelaku terus mengikuti Bunga yang menuju ke kamar. Di ruang tengah, pelaku bertambah gencar menciumi dan memeluk korban.

“Kalau om tidak keluar, saya teriak lebih keras lagi,” tirunya lagi.

Saat korban berangkat sekolah, pelaku masih menggoda korban agar tidak usah sekolah.

“Karena takut, anak kami minta seorang kawan sekolahnya asal Kampung Terajuk, untuk menemani di rumah dan menginap,” katanya.

Baca Juga:

Besok sorenya, barulah J bersama suami dan dua anaknya pulang. Karena saat itu J bertugas sebagai seorang anggota Panitia Pemungutan Suara di Kampung Sembuan. Harus bersiap untuk gelaran Pemilu tahun 2024.

Dengan gemetaran, Bunga menceritakan kejadian pencabulan itu kepadanya. Didesak agar tidak mengada-ada, karena pelaku yang masih kerabat itu adalah tokoh di kampung mereka, Bunga menangis.

J menduga, sudah ada niat pelaku untuk mencabuli anaknya yang saat itu duduk di Kelas X salah satu SMA di Kubar itu. Sebab, pintu utama yang sudah dikunci korban dapat dibuka oleh pelaku yang tahu persis korban sedang mandi dan sendirian di rumah.

Ditambahkannya, atas kejadian itu dilakukan pertemuan pada Senin, 19 Febuari 2024 di rumah salah seorang keluarga korban yang juga Sekretaris Kecamatan Nyuatan. Dihadiri korban beserta orang tua, pelaku, serta sejumlah tokoh masyarakat setempat. Saat pertemuan, pelaku mengakui perbuatannya dan sepakat memberikan biaya perobatan korban.

Namun, pelaku membuat berita bohong dengan mengatakan bahwa korban telah mengalami gangguan jiwa sebelum kejadian tersebut.

“Dia malah bilang ke warga, kalau korban hanya ingin menjatuhkan martabatnya selaku tokoh masyarakat di Kampung Sembuan,” ujarnya.

J dan suaminya keberatan terhadap berita bohong yang disebarkan pelaku. Sebab korban telah mengalami kerugian gangguan psikologi. Tidak hanya itu, ada beban moral di tengah masyarakat yang merasa ketakutan apabila tidak ada efek jera kepada pelaku. Yang dapat menimbulkan korban-korban lain nantinya.

“Sejak kejadian itu, anak kami demam selama seminggu dan depresi. Sampai saat ini masih dalam perawatan rumah sakit jiwa di Samarinda. Sementara pelaku masih enjoy, keluyuran dan kadang menggiring opini,” imbuhnya.

J juga menjelaskan jika anaknya termasuk pintar, karena selalu juara di kelas.

Anak kami ini pintar, dari TK sampai SMA terus juara di kelasnya. Sekarang harus berobat ke rumah sakit jiwa. Jadi kalau dibilang sudah sakit jiwa sebelum kejadian, itu bohong. Kami mohon keadilan kepada pak Polisi,” tutup J.

Dikatakan Mamet, atas opini pelaku tersebut, membuat keluarga korban membuat laporan pencabulan anak di bawah umur ke Polres Kutai Barat. Namun laporan tersebut tidak diakui pelaku.

Penyidik menyangkakan pelaku melanggar Pasal 76 E Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.  Ancamannya, hukuman penjara paling singkat lima tahun dan paling lama 15 tahun, dan denda paling banyak Rp5 Milyar. (DETAKKaltim.Com)

Penulis: Lee

Editor: Lukman

(Visited 769 times, 1 visits today)
Leave A Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!