SANG PEMBEBAS

Roman Sejarah dan Kiprah Petualangan Kesatria Tana Ugi, La Maddukkelleng

SEKITAR tahun 1727 Sultan Aji Muhammad Alamsyah wafat. Sebelum meninggal, wasiatnya menunjuk anak tertuanya, Sang Puteri menggantikan kedudukannya sebagai Sultanah (ratu). Mulanya, istana setuju. Namun beberapa kalangan dibantu bangsawan yang selama ini kecewa dengan pernikahan sang puteri menolaknya dan membangkang terhadap titah sultan.

Kondisi kerajaan terancam oleh pertikaian internal. Perang saudara mengancam. Maka malang tak dapat ditolak untung tak dapat diraih, atas nama Puteri Andin Anjang, La Maddukkelleng mengerahkan pasukan untuk menumpas mereka.

Aturan kerajaan menyebut tak ada ampun bagi pengkhianat termasuk mereka yang menyalakan api makar. Kapitan La Banna To Assa memobilisasi pasukan darat. Ia membentuk elit khusus terdiri dari mereka yang bersetia pada wasiat raja dan juga serdadu-serdadu pilihan di bawah Ambo Pabbola. Hanya dalam tempo tiga hari, pemberontakan itu dapat dipadamkan. Penggeraknya seorang bekas panglima kerajaan beserta beberapa ajudannya melarikan diri ke Kutai.

La Maddukkelleng sempat memerintahkan pengejaran, namun memandang muka Raja Kutai yang telah berhubungan baik dengan La Maddukkelleng, maka semua yang berada di bawah perlindungan Kutai, diampuni. Beberapa tokoh lain yang tertawan dihukum mati dan sisanya juga diampuni setelah mereka menyatakan penyesalan dan bersumpah setia kepada Sang Ratu.

CERITA SEBELUMNYA :

Andin Anjang pun kukuh secara de jure menjadi Ratu Paser. Namun dalam perjalanannya, secara de facto La Maddukkelleng yang mengendalikan Paser secara penuh. Ia membangun pertahanan Paser kokoh dengan pasukan yang tangguh. Memperluas Ibukota dan membuka pemukiman-pemukiman baru. Pun kegiatan cocok tanam digalakkan khususnya pertanian.

Hubungan perdagangan dan diplomasi dengan negara-negara tetangga juga dilakukan. Kutai, Banjar, Jawa, Makassar, Johor dan juga negara-negara di kawasan Sulawesi seperti Balanipa, Palu dan negeri-negeri bekas sekutu Makassar dalam perang melawan Belanda. Ia juga melakukan upaya kawin mawin antara orang-orangnya dengan wanita-wanita Paser.

Hal ini dimaksudkannya sebagai upaya pembauran antara orang-orang asli Paser dan orang-orang Bugis. Kapitan La Banna dinikahkan dengan kerabat Ratu Andin Anjang, Ambo Pabbola dan Cambang Balolo pun demikian. Seluruh pengikutnya yang masih bujang, maupun yang berniat menambah istri juga diperintahkan untuk menikah dengan wanita-wanita setempat.

Pernikahan-pernikahan itu disubsidi, sementara pernikahan sesama suku tidak mendapat fasilitas apa pun dari kerajaan. Dari perkawinan-perkawinan ini lah muncul satu generasi baru yang kita kenal hari ini sebagai suku Bugis Paser. Bugis khas yang tidak terdapat di Tana Ugi sendiri.

Semenjak itulah La Maddukkelleng dikenal sebagai Sultan Paser, memerintah bersama Ratu Andin Anjang terhitung secara administrasi selama sepuluh tahun (1728 – 1738). Selama itu pula Paser menjadi salah satu kerajaan yang disegani, lepas dari pengaruh Banjar yang waktu itu memiliki hegemoni terkuat di pulau Borneo. (BERSAMBUNG/DETAKKaltim.Com)

Penulis : Andi Ade Lepu

(Visited 1 times, 1 visits today)
#La MaddukkellengBugis PaserPutri AndinRatu PaserSang Pembebas
Comments (0)
Add Comment