SANG PEMBEBAS

Roman Sejarah dan Kiprah Petualangan Kesatria Tana Ugi, La Maddukkelleng

“JANGANLAH terlalu memuji, kakanda. Engkau katanya akan pulang sebentar lagi entah ke mana, kenapa harus pulang tergesa jika di pulau ada taman penuh mawar yang lagi mekar. Janganlah terlalu cepat pergi meninggalkan sedih dan kenangan tangan tak sampai.” Puteri Hindun menjawab dengan suara yang dalam pendengaran La Maddukkelleng terdengar sangat merdu.

La Maddukkelleng mendekatkan diri. Nalurinya menangkap adanya cinta yang terbuka, hati yang mengharap. Tak salah, ini adalah pucuk dicita ulam tiba. Ia memandang lekat wajah yang cantik ayu itu, wajah yang selama ini selalu hadir dalam malam-malam sepinya di pondok pulau. Namun ia tak tahu apa yang harus dikatakannya. Bagai tertarik besi sembrani, ia memegang kedua tangan sang puteri.

Tangan mungil dan lentik itu digenggam pelan dalam tangannya yang kokoh, tangan seorang lelaki petarung. Ia masih memandangi wajah yang kini menunduk itu ketika dengan nada berbisik ia mengungkapkan cinta.

“Adinda, engkau pujaan hatiku. Terimalah hasrat hatiku untuk meminangmu..” La Maddukkelleng tak tahu lagi berkata-kata setelahnya kecuali ia makin menggenggam kuat tangan Hindun Jamilah. Puteri cantik itu makin tertunduk dalam, namun tiba-tiba ia membuka suara dengan pelan.

“Kakanda, sudah hampir maghrib. Ijinkan saya pulang. Tidak enak lama berdua di tempat ini. Jika kata-katamu serius dan bukan senda gurau, bicaralah kepada kakanda Raja Kecil. Pinanglah aku padanya.” Pelan sang puteri melepaskan tangannya lalu membalik badan menuju perahu. Wajahnya terlihat memerah ketika ia tersenyum malu meninggalkan La Maddukkelleng yang termangu sendiri.

La Maddukkelleng merasakan ada energi besar membuncah yang memenuhi rongga dada dan semangatnya. Ia seperti seorang yang penuh dahaga lalu tiba-tiba menemukan air telaga yang sejuk. Ia merasa ingin meloncat kegirangan bergulingan ke dalam ombak pantai yang berkejaran. Ia ingin berlari menuju pondok dan menyampaikan berita ini kepada La Banna. Tapi ia menahan gejolak itu sampai perahu Sang Puteri menghilang di tikungan pulau.

Itu pertemuan puncak dari seluruh angan-angannya tentang Hindun Jamilah yang telah merampas hatinya. Ya Allah, Tuhanku pemilik cinta, ijinkan kumeminangnya dan restuilah kami. La Maddukkelleng menggumamkan doa dalam hatinya. Tergesa ia berjalan menuju pondok. Ia menyuruh seorang prajuritnya memanggil La Banna dan menyampaikan perkembangan besar barusan. Hatinya melompat-lompat penuh bunga bermekaran.

CERITA SEBELUMNYA :

Tidak berapa lama, beberapa hari setelah itu La Maddukkelleng ditemani Ambo Pabbola dan La Banna meminang Sang Puteri kepada Raja Kecil. Pinangan itu bersambut gembira. Raja Kecil merasa sangat cocok. Dalam benaknya, La Maddukkelleng adalah sekutu potensial ke depan. Menjadi keluarganya adalah sebuah amunisi baru bagi logistik perangnya. Seorang pemimpin politik kerap lebih condong menilai sesuatu dari surplus defisit kekuasaan. Begitulah adanya.

Perkawinan kedua anak bangsawan terkemuka ini berlangsung meriah di salah satu Gugus Pulau Tujuh yang indah itu. Memang tidak semeriah andai itu berlangsung dalam masa-masa yang normal, tapi tetap saja sangat ramai untuk ukuran pulau. Apa lagi yang menikah adalah La Maddukkelleng, Majikan Pulau Tuah, Pewaris Kerajaan Peneki berjodoh dengan Puteri Hindun Jamilah adik Raja Kecil yang telah menjadi buah bibir dan pengukir banyak sejarah semenanjung Melayu dalam sepuluh tahun terakhir.

Selama dua hari dua malam pesta itu berlangsung dengan kemeriahan yang syahdu. La Maddukkelleng terlihat sangat bahagia, pun Puteri Hindun sumringah sepanjang acara. Mereka kemudian menghabiskan malam pertama di pondok indah ujung pulau, tempat La Maddukkelleng selama ini beristirahat. Tak ada yang berani mendekat ke arah pondok kecuali dipanggil. Dua anak manusia sedang memadu cinta, kasih dan sayang dibiarkan berdua di sana.

Semua pasukan dan penghuni pulau tak ada yang menginjak ujung pulau itu selama hari-hari indah kedua pengantin baru. Tiga bulan lamanya La Maddukkelleng di Gugus Pulau Tujuh. Menghabiskan waktu bersama istrinya. Di pondok, di pantai atau berkeliling naik perahu mengitari pulau, memancing bersama. Kadang juga ikut berpatroli dengan kapal atau menyaksikan latihan militer bagi prajurit-prajurit Raja Kecil yang terus digembleng di pulau itu. (BERSAMBUNG/DETAKKaltim.Com)

Penulis : Andi Ade Lepu

(Visited 2 times, 1 visits today)
#La MaddukkellengHindun JamilahPutri HindunSang Pembebas
Comments (0)
Add Comment