Kepala Bidang Kebudayaan Disdikbud Kukar Puji Utomo. (foto: Alim)
DETAKKaltim.Com, KUTAI KARTANEGARA: Festival Tunas Bahasa Ibu (FTBI) di Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), kembali digelar dengan semangat pelestarian budaya lokal. Selama tiga hari, 4–6 September 2025, ratusan pelajar SD dan SMP menampilkan kreativitasnya melalui seni tutur, musik tradisional, hingga pidato dalam bahasa Kutai.
Bagi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kukar, festival ini bukan sekadar kompetisi. Lebih jauh, ia merupakan wadah pembelajaran sekaligus regenerasi untuk memastikan bahasa Kutai tetap hidup di tengah dominasi bahasa global.
Kepala Bidang Kebudayaan Disdikbud Kukar Puji Utomo menyebut, FTBI sebagai gerakan kolektif menjaga jati diri daerah.
“Lewat festival ini kita sedang menanamkan kebanggaan pada generasi muda. Mereka tidak hanya belajar bahasa, tetapi juga merasakan bagaimana budaya leluhur bisa jadi bagian dari hidup mereka,” ujarnya usai grand final di Grand Elty Singgasana Tenggarong, Sabtu (6/9/2025).
Tahun ini, para peserta SD mengikuti lomba menyanyi lagu tingkilan dan membaca puisi basa Kutai. Sementara tingkat SMP beradu kemampuan melantunkan tarsul serta berpidato dengan bahasa Kutai.
Antusiasme siswa menurut Puji, menjadi bukti bahwa bahasa daerah masih punya ruang kuat di hati anak muda. Meski tampil sebagai juara, para pemenang tidak hanya berhak atas trofi. Mereka akan dipersiapkan mewakili Kukar di ajang provinsi.
Baca Juga:
- Muara Kaman, Gerbang Peradaban Tua Simpan Potensi Wisata Religi dan Edukasi
- Pelestarian Cagar Budaya Kukar Terhambat Keterbatasan SDM
- Cagar Budaya Kukar Go Digital untuk Generasi Muda
“Kami ingin mereka percaya diri tampil lebih luas. Syukur-syukur bisa tembus ke tingkat nasional, membawa harum nama Kukar,” tambah Puji.
Lebih jauh, ia menekankan pentingnya keberlanjutan kegiatan seperti FTBI. Sebab, bahasa daerah tidak akan bertahan jika tidak dipakai dan diwariskan.
“Kalau anak-anak tidak lagi menggunakan bahasa ibu, maka yang hilang bukan sekadar kata-kata, tapi identitas sebuah peradaban,” tegasnya.
FTBI pun dipandang sebagai ruang perjumpaan antara tradisi dan generasi muda. Para pelajar tidak hanya belajar berbicara dalam basa Kutai, tetapi juga mengekspresikannya lewat seni. Hal itu diharapkan menumbuhkan rasa bangga, bukan sekadar kewajiban.
“Semakin sering anak-anak tampil dengan bahasa daerah, semakin kuat pula rasa memiliki yang terbentuk. Ini kunci agar bahasa Kutai tetap hidup,” pungkas Puji.
Festival yang ditutup dengan penampilan seni tingkilan bersama ini meninggalkan pesan penting: bahasa ibu adalah pusaka, dan melalui generasi mudalah ia akan terus bergaung di tanah Kutai. (DETAKKaltim.Com/Adv./Disdikbud)
Penulis: Alim
Editor: Lukman
