
Plt. Kepala Dispar Kukar Arianto pada penutupan Koba Fest 2. (foto: Yudi)
DETAKKaltim.Com, KUTAI KARTANEGARA: Ribuan pasang mata tertuju ke panggung utama saat penyanyi nasional Tri Suaka menutup gelaran Koba Fest 2, di eks Lapangan Pesawat, Desa Kota Bangun Ulu, Kecamatan Kota Bangun, belum lama ini.
Namun di balik gegap gempita malam puncak itu, tersimpan agenda besar pemerintah daerah, membangun ekosistem ekonomi kreatif dari desa.
Festival yang berlangsung selama tiga hari dua malam ini bukan sekadar ajang hiburan. Bagi Dinas Pariwisata Kutai Kartanegara (Dispar Kukar), Koba Fest adalah model pendekatan pembangunan partisipatif yang menyasar langsung masyarakat di tingkat kecamatan.
Plt Kepala Dispar Kukar Arianto menyebut, bahwa Koba Fest sebagai instrumen konkret pengembangan ekonomi berbasis komunitas. Ia mengungkap, sekitar 10 ribu pengunjung hadir selama festival berlangsung, berdasarkan pantauan drone yang digunakan panitia.
“Kita ingin membuktikan bahwa kegiatan semacam ini bukan hanya menciptakan euforia, tapi juga mendatangkan manfaat ekonomi yang nyata,” ujar Arianto.
Tak kurang dari 150 pelaku UMKM ambil bagian dalam festival ini, mulai dari pedagang kuliner hingga perajin produk lokal. Pendapatan mereka selama acara disebut cukup signifikan. Pedagang gerobak, misalnya, dilaporkan mengantongi rata-rata Rp400 ribu hingga Rp500 ribu per hari.
“Ini artinya dalam tiga hari mereka bisa mendapat minimal Rp1,5 juta. Itu dari pedagang kecil saja, belum tenant-tenant besar. Ini salah satu dampak riil yang kita harapkan dari festival seperti ini,” tambahnya.
Baca Juga:
- Festival Kecamatan, Strategi Dispar Kukar Hidupkan Ekosistem Seni
- Promosikan Daerah, Mahasiswa Kukar Inisiasi Revolusi Duta Wisata
- Workshop Tuana Tuha Film Project, Dispar Kukar Angkat Legenda Lokal
Yang menarik, pelaku UMKM tak hanya berasal dari Kota Bangun. Ada yang datang dari Muara Wis, Tenggarong, bahkan Samarinda. Menurut Arianto, ini membuktikan bahwa kegiatan tingkat kecamatanpun bisa menarik pelaku ekonomi lintas wilayah jika dikemas dengan baik.
“Ke depan, ini akan menjadi bahan evaluasi kami. Bahwa setiap festival harus memberikan ruang sebesar-besarnya bagi UMKM lokal dan lintas kecamatan,” ucapnya.
Plt Camat Kota Bangun Abdul Karim menilai, Koba Fest telah membuka akses yang selama ini sulit didapat masyarakat di wilayah pedalaman. Menurutnya, kehadiran pemerintah daerah dalam bentuk event seperti ini sangat berarti, terutama bagi pemuda dan pelaku seni.
“Kami melihat banyak bakat lokal yang selama ini tak punya ruang tampil. Di sini, mereka bisa menunjukkan diri. Ini penting untuk membangun kepercayaan diri generasi muda kita,” katanya.
Abdul Karim juga mengungkapkan bahwa Koba Fest telah dilaksanakan dua tahun berturut-turut, dan mendapat sambutan positif. Ia berharap, kegiatan ini bisa menjadi agenda tetap dalam kalender pariwisata daerah, dengan dukungan yang semakin besar dari pemerintah kabupaten.
Seiring dengan semangat itu, Dispar Kukar menyatakan komitmennya untuk terus mendorong festival-festival serupa di kecamatan lain. Arianto menyebut bahwa penguatan ekonomi kreatif dan kebudayaan tidak harus terpusat di kota besar. Justru, kecamatan seperti Kota Bangun memiliki potensi besar untuk dikembangkan sebagai kantong ekonomi berbasis budaya.
“Yang kita bangun bukan hanya festival. Tapi ekosistem. Kita mulai dari panggung, lalu munculkan pelaku ekonomi, libatkan komunitas, dan tumbuhkan rasa bangga warga terhadap daerahnya,” tegasnya.
Koba Fest 2 ditutup secara resmi oleh Dispar Kukar dan diakhiri dengan penampilan Tri Suaka sebagai daya pikat utama. Namun di balik gemerlap itu, pesan yang ingin ditegaskan adalah membangun dari akar, menggeliatkan ekonomi rakyat melalui kolaborasi dan kreativitas lokal. (DETAKKaltim.Com/Adv./Dispar)
Penulis: Yudi
Editor: Lukman