
Arianto, Plt. Kepala Dinas Pariwisata Kukar. (foto: Alim)
DETAKKaltim.Com, KUTAI KARTANEGARA: Kegiatan seni dan budaya yang selama ini redup di pelosok-pelosok Kutai Kartanegara (Kukar), kini mulai berdenyut kembali. Bukan lewat panggung megah atau promosi besar-besaran, tapi dari pentas kecil di tingkat kecamatan yang dimaknai sebagai ruang tumbuhnya ekosistem kreatif lokal.
Plt Kepala Dinas Pariwisata Kukar Arianto menyebut, bahwa festival kecamatan bukan sekadar hiburan musiman, tetapi bagian dari strategi besar untuk membuka ruang ekspresi bagi seniman yang selama ini hanya tampil di balik tirai desa.
“Ada banyak seniman, grup band, dan pelaku seni pertunjukan yang selama ini tenggelam karena tak ada panggung. Festival ini kami dorong untuk menghidupkan kembali gairah mereka,” ujar Arianto saat dikonfirmasi beberapa waktu lalu.
Baca Juga:
- Kota Bangun Fest, Simbol Gerakan Ekraf Berbasis Kecamatan
- Aulia-Rendi Sempurnakan Kukar Idaman, Tak Ada Konsep 100 Hari
- Aulia-Rendi, Bupati dan Wabup Kukar 2025-2030 Dilantik
Contohnya datang dari sebuah grup musik asal Desa Melintang. Sekian lama mereka hanya berkarya di ruang latihan, kini untuk pertama kalinya merasakan tampil di depan publik secara resmi. Sebuah pengalaman sederhana, namun bermakna besar bagi mereka yang selama ini nyaris tak terlihat.
“Tadi malam mereka tampil dan mengaku itu adalah pengalaman pertama. Kita bisa lihat betapa acara ini memberi semangat baru. Bukan soal profesional atau amatir, tapi soal ruang yang memberi peluang,” tambahnya.
Dispar Kukarpun tak ingin momentum ini hanya bersifat simbolik. Mengikuti arahan Bupati terpilih dr Aulia Rahman Basri dan Wakil Bupati H Rindo Sulihin, pemerintah merancang pelaksanaan festival bergilir di 20 kecamatan sepanjang tahun.
Bahkan, dalam beberapa bulan tertentu, dua event akan digelar sekaligus di kecamatan berbeda demi mengejar keterjangkauan wilayah.
“Tahun ini kami targetkan hampir tiap bulan ada festival. Ini bagian dari pemerataan akses seni dan budaya. Jangan hanya Tenggarong yang ramai, tapi Loa Janan, Muara Muntai, Kenohan hingga Muara Kaman juga harus hidup,” jelas Arianto.
Festival-festival ini juga membawa nilai strategis lain, pemberdayaan ekonomi lokal. Setiap penyelenggaraan otomatis menggerakkan UMKM, membuka lapangan kerja temporer, dan menciptakan ruang pertemuan sosial yang memperkuat kohesi masyarakat.
Lebih dari itu, keberadaan festival tingkat kecamatan menjadi barometer vital bagi eksistensi budaya lokal. Ia bukan sekadar selebrasi, tetapi rekonstruksi kesadaran kolektif bahwa seni bukan milik segelintir orang, melainkan milik semua yang bersuara.
Dalam waktu dekat, Kecamatan Loa Janan, dijadwalkan menjadi tuan rumah festival serupa pada awal Juli. Arianto berharap, dari desa ke desa, panggung-panggung kecil ini akan menjadi titik awal dari bangkitnya kembali seni daerah.
“Kami tak sedang mencari bintang, tapi membangun fondasi. Fondasi kebudayaan dan identitas yang kuat dari desa. Dari rakyat untuk rakyat,” pungkas Arianto. (DETAKKaltim.Com/Adv./Dispar)
Penulis: Yudi
Editor: Lukman