
APHKB dan Sempekat Linggang serta beberapa organisasi lainnya membacakan pernyataan sikap menolak tambang ilegal. (foto: JB)
DETAKKaltim.Com, KUTAI BARAT: Maraknnya Tambang Emas dan Batubara ilegal di Kabupaten Kutai Barat yang tidak hanya di daratan, bahkan hingga ke tengah Sungai Kelian pun ditambang. Penambangan Emas ilegal menggunakan puluhan alat berat dan zat kimia Merkuri, kondisi ini sangat mengkhawatirkan.

Tidak ingin kerusakan hutan dan potensi Merkuri cemari sungai, Aliansi Penyelamatan Hutan Kutai Barat (APHKB) dan Sempekat Linggang serta beberapa organisasi lainnya, menggelar aksi damai tolak Tambang Emas dan Batubara illegal di Lapangan Sari Jaya Linggang Bigung, Senin( 2/6/2025).
Koordinator Aksi Damai Fredy T Lone menuturkan alasan menolak tambang illegal ini, karena memang akibat aktivitas ini tidak ada kontribusi bagi keuangan daerah.
“Akibat tambang ilegal ini telah jatuh korban, hingga meninggal dunia akibat kecelakaan yang libatkan angkutan tambang ilegal,” kata Fredy.
Lalu sekarang ada lagi Penambangan Emas ilegal menggunakan bahan kimia berbahaya Merkuri, ini yang sangat masayarakat tolak.
“Oleh sebab itu, kami menolak tambang illegal apapun namanya,” tegas Fredy.
Kepala Adat Kecamatan Linggang Bigung Yu Elvin Berry mengaku miris, yang bekerja ilegal ini justru orang dari luar Kecamatan Linggang Bigung. Banyak dari luar yang bekerja di Tambang Emas, masyarakat lokal hanya jadi penonton kalaupun ada tidak seberapa.
“Suatu saat ada bencana terjadi di kawasan tersebut akibat penambangan ilegal, yang kena dampak adalah masyarakat lokal, mereka justru tidak kena dampak,” kata Yu Elvin.
Kepala Adat Kecamatan berharap masyarakat berusah dengan bijak.
“Kalau dulu masyarakat berusaha mencari emas skala kecil kami tidak repot, tetapi setelah gunakan alat- alat berat seperti excavator ini sangat terasa dampak kerusakan lingkungan,” sambung Yu Elvin.
Terpisah, Kabag Penataan dan Penaatan Perhitungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, DLH Kubar Maharan menilai, tambang ilegal berdampak buruk bagi masyarakat. Sudah barang tentu tidak memiliki izin, tidak ada pajak yang masuk ke daerah dan juga minim serapan tenaga kerja, hanya orang-orang tertentu saja yang menikmatinya.
“Kami harap agar tambang ilegal bisa dihentikan, dan kami mendorong agar mengurus izin agar legal. Sehingga ada kewajiban mereka bisa terpenuhi, sehingga bisa meminimalisir dampak negatif,” tegas Maharan.
Pelaku tambang ilegal ini melanggar Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009, yakni tidak memiliki izin lingkungan, pencemaran, perusakan. Dan Peraturan Pemerintah Nomor 22 tahun 2021, tidak ada AMDAL/UKL-UPL, limbah B3 tidak dikelola, serta Undang-Undang Nomor 3 tahun 2020 tentang Minerba, tidak memiliki IUP/IPR, pertambangan tanpa izin.
Pada kesempatan yang sama, Sekjen APHKB Alsiyus mengatakan tambang ilegal ini tidak ada dampak positif bagi daerah, hanya segelintir orang yang merasakan dampaknya. Selain itu, tambang ilegal ini ada upaya pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab agar Kubar tidak kondusif.
“Ada pihak-pihak yang sengaja mengadu domba, bekerja illegal mereka buat image seolah- olah dapat restu dari Bupati Kutai Barat padahal itu tidak benar dan tidak ada hal seperti itu,” tegas Alsiyus.
Ketua Umum TGN tersebut juga menyebutkan, berdasarkan data saat ini ada setidaknya 12 juta metrik ton Batubara yang keluar dari Kubar tapi tidak ada dampak positif bagi masyarakat Kubar. Oleh karena pihaknya dorong perubahan sistem, agar melakukan penambangan legal.
“Sekarang muncul trend baru, yakni Tambang Emas. Perlu kita ketahui jika penambangan masyarakat skala kecil, kita tidak repot itu usaha masyarakat. Tetapi kalau gunakan alat berat secara besar-besaran, dan gunakan Merkuri dalam jumlah yang banyak itu sangat berbahaya,” ucap Alsiyus.
Ia menambah, aktivitas ini tentu saja mengancam keberlangsungan masyarakat yang mencari nafkah secara tradisional.
“Belum lagi dampak pencemaran Merkuri di Sungai Kelian kemudian sungai Mahakam, yang sangat berdampak bagi Kesehatan. Tambang ilegal ini berbahaya bagi lingkungan dan masyarakat Kutai Barat, karena masyarakat Kutai Barat erat kaitan hidup dengan alam. Jika alam rusak, bagaimana kita hidup ke depan,” imbuh Alsiyus.
Baca Juga:
- Dinilai Menghalangi Penyidikan Tipikor, Kejati Sumsel Tetapkan Tersangka
- JAM Pidum Setujui Permohonan RJ Perkara Penyerobotan Lahan
- Investigator KPPU Ungkap Hasil Investigasi Akuisisi Tokopedia oleh TikTok
Aksi Damai ditutup dengan 3 poin pernyataan sikap masyarakat Kutai Barat.
Pertama, minta Gubernur Kalimantan Timur segera menutup Tambang Emas illegal, karena diduga memakai bahan kimia atau racun Merkuri yang akan mengkontaminasi ikan-ikan di Sungai Mahakam. Mulai dari Sungai Kelian-Muara Kelian-Long Iram-Melak-Kecamatan Muara Pahu-Kecamatan Penyinggahan.
Bahkan hingga ke beberapa wilayah di sepanjang Sungai Mahakam, termasuk Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kota Samarinda yang merupakan Ibu Kota Provinsi Kalimantan Timur serta berakhir di muara Sungai Mahakam.
Dampak dari racun atau bahan kimia Merkuri ini, ketika ikan makan makanan yang terkontak Merkuri, maka dalam tubuh ikan juga akan mengandung Merkuri, yang kemudian ikan dikonsumsi masyarakat sepanjang Sungai Mahakam, akibatnya warga yang tinggal di sepanjang Sungai Mahakam akan mengalami gangguan Kesehatan.
Antara lain kerusakan otak dan sistim syaraf, kelumpuhan, kehilangan penglihatan, pendengaran, gangguan mental. Puluhan ribu orang akan menjadi korban termasuk anak yang baru lahir akan cacat sejak lahir. Cukuplah tragedi MINAMATA di Jepang tahun 1950-1960. Jangan sampai terjadi tragedi MINAMATA kedua di Kaltim.
Kedua, mohon Gubernur Kalimantan Timur juga segera menutup Tambang Emas illegal dan Batubara illegal yang cuma merusak lingkungan dan akses jalan nasional, jalan provinsi dan jalan kabupaten.
Tambang Batubara tidak ada dampak positif bagi pembangunan daerah Kabupaten Kutai Barat, dan untuk masyarakat Kutai Barat, serta tidak menghasilkan devisa untuk negara.
Ketiga, mohon Gubernur Kalimantan Timur dan Forum Komunikasi Perangkat Daerah segera menindak Tambang Emas illegal dan Tambang Batubara illegal, karena sangat meresahkan masyarakat Kutai Barat. (DETAKaltim.Com)
Penulis: JB/Kubar
Editor: Lukman