
Salah satu sidang Terdakwa Tatang dalam agenda pemeriksaan terdakwa. (foto: LVL)
DETAKKaltim.Com, SAMARINDA: Penasihat Hukum (PH) Terdakwa Tatang Dino Herro memohon kepada Majelis Hakim yang mengadili perkara nomor 9/Pid.Sus-TPK/2025/PN Smr, membebaskan terdakwa dari seluruh dakwaan (vrijspraak) atau setidak-tidaknya melepaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum (onstlag van alle rechtsvervolging).
Permohonan itu disampaikan pada sidang pembacaan Pledoi yang digelar, Kamis (22/5/2025), dan dipertegas lagi pada pembacaan Duplik, Rabu (28/5/2025).
“Sejatinya isi Duplik menolak dalil Replik JPU dan mempertahankan argumentasi hukum dalam Pledoi kami,” kata Andi Renaldy Iskandar SH, salah satu Penasihat Hukum Terdakwa Tatang sebelum sidang.
Dalam kesimpulan Pledoinya berdasarkan analisis yuridis pada Pledoi setebal 86 halaman, salah satunya menyebutkan bahwa terdakwa sebagai pemilik tanah sekaligus penyedia jasa/atau barang, tentunya tidak dapat dibebankan dalam pertanggung jawaban administrasi.
“Tim Panitia Pengadaan Tanah/atau Tim Operasional dalam kegiatan tersebut adalah instrumen Pemerintah Kota Samarinda, yang harus bertanggung jawab penuh masalah administrasi dan terkait diproses tidaknya dokumen yang dimasukkan,” sebut Andi Renaldy.
Pada poin lain kesimpulannya disebutkan, bahwa seandainya terindikasi kuat adanya dugaan permufakatan jahat terkait orientasi peta bidang tanah yang dinyatakan tidak ada tumpang tindih waktu itu, harusnya dapat dipastikan ada pegawai BPN yang terindikasi menyalahgunakan wewenang/jabatan, atau dugaan memalsukan data/dokumen yang menghilangkan keberadaan SHM Nomor 2402 dan SHM Nomor 2396 milik Saksi Aan Sinanta.
“Namun terbukti sampai hari ini tidak ditemukan satupun pegawai pertanahan yang terindikasi, dan diproses secara pidana,” sebutnya lebih lanjut.
BERITA TERKAIT:
Pada bagian awal Pledoinya terkait keterangan saksi, Penasihat Hukum Terdakwa Tatang dari Lembaga Bantuan dan Konsultasi Hukum Kalimaya masing-masing Nurjaninah SH, Andi Renaldy Iskandar SH, dan Eko Yunanto SH mengungkapkan keterangan saksi H Mahmud yang masuk sebagai Pelaksana Kegiatan (PK) pengadaan tanah menyebutkan, pengadaan tanah tersebut dalam kurun waktu 2003/2006 dan tidak ada klaim waktu pengukuran awal oleh pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Juga tidak ada klaim dalam bentuk somasi atau gugatan pada kurun waktu 2004/2006; Tidak ada statement dari pihak BPN bahwa ada overlapping waktu itu; Lahan tersebut dibangun sekolahan tahun 2010; Untuk klaim Aan Sinanta adalah sesudah pembangunan sekolah.
Terdakwa Tatang dituntut Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Samarinda pidana penjara selama 7 tahun 6 bulan, dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan sementara dan dengan perintah terdakwa tetap ditahan dan denda sebesar Rp300 Juta Subsidair 3 bulan kurungan.
Selain itu, JPU juga menuntut Terdakwa Tatang untuk membayar Uang Pengganti sebesar Rp3.249.600.000 (Rp3,2 Milyar) dalam waktu 1 bulan sesudah Putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Jika tidak membayar Uang Pengganti maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi Uang Pengganti tersebut, dan dalam hal harta bendanya tidak mencukupi untuk membayar Uang Pengganti maka diganti dengan pidana penjara selama 3 tahun dan 9 bulan penjara.
Tatang Dino Herro didakwa melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, yaitu memperkaya diri terdakwa yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebesar Rp3.249.600.000,-. (Rp3,2 Milyar).
Sebagaimana termuat dalam Berita Acara Perhitungan Kerugian Keuangan dalam Tindak Pidana Korupsi Pengadaan Tanah, untuk Keperluan Pemerintah Kota Samarinda (Bank Tanah) di alamat tersebut Tahun 2003-2006, yang dibuat Jaksa Penyidik Kejaksaan Negeri Samarinda pada tanggal 16 Agustus 2017.
Pada sidang pemeriksaan Terdakwa Tatang Dino Herro yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pengadilan Negeri Samrinda, Kamis (8/5/2025). Terungkap dari total pembayaran yang diterima Terdakwa Tatang Dino Herro sejumlah Rp15 Milyar, hanya sekitar Rp6 Milyar yang sampai di tangannya.
Perkara ini berawal dari surat Aan Sinanta tanggal 8 Juli 2015 yang ditujukan kepada Wali Kota Samarinda, perihal pemberitahuan atas berdirinya bangunan sekolah SMA 1 di atas lahan miliknya. Sertifikat Nomor 2402 seluas 11.040 M2 dan Sertifikat Nomor 2396 seluas 18.208 M2 yang dibeli 21 Nopember 1994.
Akta Jual Beli di hadapan Notaris Maruli Sitanggang Nomor 368/SMDA.ULU/XII/1994 tanggal 13 Desember 1994, dan Akta Jual Beli di hadapan Notaris Maruli Sitanggang Nomor 367/SMDA.ULU/XII/1994 tanggal 13 Desember 1994.
Surat pemberitahuan tersebut kemudian dilanjutkan dengan laporan Aan Sinanta kepada Kapolresta Samarinda No: TBL/1091/XII/2015/Kaltim/Resta Smd tanggal 02 Desember 2015.
Tanah tersebut, diklaim sebagai bagian dari tanah yang dijual Terdakwa Tatang kepada Pemkot Samarinda seluas 100.000 M2 yang terletak di Jalan HM Kadrie Oening, RT 20, Samarinda, dengan No. Reg. Kec.: 593.83/695/VII/2009 tanggal 29-7-2009.
Sidang yang diketua Majelis Hakim Lili Evelin SH MH masih akan dilanjutkan, Kamis (12/6/2025), dalam agenda pembacaan putusan. (DETAKKaltim.Com)
Penulis: LVL