
Kabid Kebudayaan Disdikbud Kukar Puji Utomo. (foto: Gladis)
DETAKKaltim.Com, KUTAI KARTANEGARA: Di tengah arus deras modernisasi dan budaya digital yang terus berkembang, generasi muda Kutai Kartanegara (Kukar) justru tampil sebagai garda terdepan dalam menjaga nyala seni tradisi dan identitas lokal.
Melalui berbagai kegiatan berbasis budaya yang difasilitasi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kukar, semangat pelestarian seni daerah kini menemukan bentuk baru yang segar dan relevan.
Kabid Kebudayaan Disdikbud Kukar Puji Utomo menegaskan pendekatan yang digunakan tidak hanya bersifat seremonial, tetapi menyasar pada aspek pemahaman dan keterlibatan aktif generasi muda. Salah satunya melalui ajang pemilihan Duta Budaya, yang lebih dari sekadar kompetisi.
“Duta Budaya bukan hanya panggung seleksi, tapi sarana edukasi agar anak muda mengenal dan mencintai akar budayanya,” ujar Puji, Kamis (29/5/2025).
Kampung Lawas Bensamar, menjadi contoh inspiratif. Di kawasan ini kesenian tradisional seperti Mamanda dan musik tingkilan mulai bangkit kembali lewat tangan kreatif anak-anak muda, yang memberi sentuhan baru tanpa menghilangkan keasliannya.
“Kami kemas ulang kesenian itu agar lebih mudah dipahami dan dinikmati oleh generasi sekarang, tanpa menghilangkan ruh aslinya,” jelas Puji.
Titik Nol Tenggarong, kini juga rutin menjadi panggung ekspresi budaya. Anak-anak muda tampil dengan kostum adat, membawakan tarian, musik tradisi, dan berbagai atraksi budaya yang sebelumnya hanya dikenal di buku-buku pelajaran. Yang menarik, keterlibatan mereka tumbuh secara organik—dari komunitas, pelajar, hingga kelompok pemuda kreatif.
Baca Juga :
- Dinsos Kukar Dirikan Dapur Umum di Tengah Banjir Purwajaya
- Cuaca Ekstrem Hambat Target LTT Kukar 2025
- Pembentukan Pokdarwis Baru Tunggu SK
Berkat gerakan ini, sejumlah kelompok seni yang sebelumnya vakum kini kembali aktif. Pemuda menjadi penggerak utama revitalisasi, membuktikan bahwa pelestarian budaya bisa tumbuh dari akar, bukan hanya dari instruksi pemerintah.
“Kalau generasi muda mulai peduli dan terlibat, kita tidak perlu khawatir seni tradisi akan punah. Justru mereka yang akan mewariskannya dengan cara mereka sendiri,” tutur Puji.
Disdikbud Kukar juga menggandeng akademisi dan pelaku seni, untuk merumuskan pendekatan pelestarian yang berbasis kajian ilmiah. Hal ini dianggap penting agar warisan budaya seperti Mamanda tidak hanya dilestarikan secara visual, tetapi juga dimaknai secara utuh dalam konteks sejarah dan filosofi.
“Kami dorong kolaborasi lintas sektor, agar pelestarian tidak terjebak dalam romantisme masa lalu, tetapi juga memberi nilai pada masa depan,” tegas Puji.
Kini, pelestarian budaya di Kukar tak lagi menjadi pekerjaan rumah semata bagi pemerintah. Ia telah menjelma menjadi gerakan kolektif, dengan anak muda sebagai lokomotif perubahan. Seni tradisi tak lagi sunyi, melainkan kembali bersuara lewat semangat dan karya generasi penerus. (DETAKKaltim.Com/Adv./Disdik)
Penulis: Gladis
Editor: Lukman