
Saksi Redy menunjukkan rekaman video saat menemui Tri Dwi Sari selaku Kasi Survey Pengukuran dan Pemetaan Kantor Pertanahan Kota Samarinda tahun 2017. Terdakwa Tatang turut hadir saat itu. (foto: LVL)
DETAKKaltim.Com, SAMARINDA: Sekitar 5 bulan ke depan, Peraturan Wali Kota Samarinda Nomor 30 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah untuk Bank Tanah Milik Pemerintah Kota Samarinda yang diterbitkan Wali Kota Achmad Amins, kala itu tanggal 20 Oktober 2005, akan berusia 20 tahun.

Nyaris 2 dekade berlalu, peraturan ini masih menyisakan masalah. Setidaknya, satu orang pemilik tanah yang berlokasi di Jalan Kadrie Oening, Kelurahan Air Hitam, Kecamatan Samarinda Ulu, Kota Samarinda, harus duduk di kursi terdakwa atas sangkaan memasukkan surat penawaran lahan dan memberikan data yang berbeda-beda terkait hak atas tanah lahan yang akan dibebaskan, oleh Pemerintah Kota Samarinda.
Tatang Dino Herro didakwa melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, yaitu memperkaya diri terdakwa yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebesar Rp3.249.600.000,-. (Rp3,2 Milyar).
Sebagaimana termuat dalam Berita Acara Perhitungan Kerugian Keuangan dalam Tindak Pidana Korupsi Pengadaan Tanah, untuk Keperluan Pemerintah Kota Samarinda (Bank Tanah) di alamat tersebut Tahun 2003-2006, yang dibuat Jaksa Penyidik Kejaksaan Negeri Samarinda pada tanggal 16 Agustus 2017.
Pada sidang pemeriksaan Terdakwa Tatang Dino Herro yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pengadilan Negeri Samrinda, Kamis (8/5/2025). Terungkap dari total pembayaran yang diterima Terdakwa Tatang Dino Herro sejumlah Rp15 Milyar, hanya sekitar Rp6 Milyar yang sampai di tangannya.
Terkait jumlah uang yang diterimanya tersebut, awalnya Terdakwa Tatang Dino Herro terlihat sangat tidak ingin mengungkapkannya. Namun setelah didesak Ketua Majelis Hakim Lili Evelin SH MH dan Hakim Anggota Mahpudin SH MM MKn bahwa ini terkait jumlah kerugian keuangan negara, akhirnya ia mengungkapkannya.
“Yang bapak terima berapa dari Rp15 Milyar ini, itu saja,” desak Ketua Majelis Hakim dengan nada suara cukup tinggi setelah Terdakwa Tatang terlihat enggan membeberkan siapa saja yang menerima bagian dari Rp15 Milyar itu.
“Kalau nggak salah, sekitar hanya Rp6 Milyar,” jawab Terdakwa Tatang akhirnya.
Menurut Terdakwa Tatang, pengurusan masalah tanah tersebut telah ia serahkan kepada Suhaibi, karyawan pada perusahaan media yang ia kelola. Mengenai sisa Rp6 Milyar itu, ia tidak mengetahui kemana mengalirnya.
Pengakuan Terdakwa Tatang selaras dengan barang bukti yang disita Kejaksaan terkait Surat Kuasa dari Tatang sebagai pemilik lahan kepada Suhaibi K Johar untuk melakukan proses sosialisasi, inventarisasi, dan negosiasi antara pemilik lahan dan Pemkot Samarinda untuk pengadaan Tanah Matang (Bank Tanah) Jalan Kadrie Oening-Ring Road 3 Samarinda tanggal 15 April 2003.
Keberadaan Suhaibi yang berasal dari Palembang, dalam keterangan Terdakwa Tatang ia tidak lagi mengetahui sampai saat ini.
Perkara ini berawal dari surat Aan Sinanta tanggal 8 Juli 2015 yang ditujukan kepada Wali Kota Samarinda, perihal pemberitahuan atas berdirinya bangunan sekolah SMA 1 di atas lahan miliknya. Sertifikat Nomor 2402 seluas 11.040 M2 dan Sertifikat Nomor 2396 seluas 18.208 M2 yang dibeli 21 Nopember 1994.
Akta Jual Beli di hadapan Notaris Maruli Sitanggang Nomor 368/SMDA.ULU/XII/1994 tanggal 13 Desember 1994, dan Akta Jual Beli di hadapan Notaris Maruli Sitanggang Nomor 367/SMDA.ULU/XII/1994 tanggal 13 Desember 1994.
Surat pemberitahuan tersebut kemudian dilanjutkan dengan laporan Aan Sinanta kepada Kapolresta Samarinda No: TBL/1091/XII/2015/Kaltim/Resta Smd tanggal 02 Desember 2015.
Tanah tersebut, diklaim sebagai bagian dari tanah yang dijual Terdakwa Tatang kepada Pemkot Samarinda seluas 100.000 M2 yang terletak di Jalan HM Kadrie Oening, RT 20, Samarinda, dengan No. Reg. Kec.: 593.83/695/VII/2009 tanggal 29-7-2009.
Terkait lahan tersebut, Redy Heriady yang tampil sebagai saksi meringankan Terdakwa Tatang dalam keterangannya berdasarkan keterangan Tri Dwi Sari selaku Kasi Survey Pengukuran dan Pemetaan Kantor Pertanahan Kota Samarinda saat itu mengatakan, tidak ada sertifikat di dalam tanah Terdakwa Tatang saat ia melakukan pengukuran. Tri telah pensiun sejak tahun 2016.
Melalui rekaman video yang Saksi Redy ambil saat menemui Tri di kediamannya di Solo tahun 2017, video itupun diputar di hadapan Majelis Hakim, terkait posisi sertifikat itu Tri mengatakan wallahu alam (Dan Allah Yang Maha Tahu-red). Namun ia menegaskan, waktu diadakan pengukuran memang tidak ada sertifikat.
“Waktu itu diidentifikasi tidak ada. Kalau ada, ndak berani,” jelas Tri yang saat kasus ini mencuat, mengaku masih di Kanwil dan sempat di BAP di Kejaksaan.
Tri juga mengungkapkan, dia (tidak menyebut nama) pernah membawa sertifikat ke kantornya yang meminta dikembalikan batasnya. Namun Tri mengatakan tidak berani, karena harus mencari batasnya dulu. Sekitar setengah tahun tidak ketemu, akhirnya Tri batalkan pendaftarannya.
Sidang perkara nomor 9/Pid.Sus-TPK/2025/PN Smr ini, masih akan dilanjutkan dalam agenda pembacaan tuntutan. (DETAKKaltim.Com)
Penulis: LVL