
Satu dari tiga tersangka dalam perkara koneksitas dugaan Tindak Pidana Korupsi pada Proyek Pengadaan User Terminal untuk Satelit Slot Orbit 1230 BT Kementerian Pertahanan tahun 2016. (foto: Exclusive)
DETAKKaltim.Com, JAKARTA: Perkara koneksitas dugaan Tindak Pidana Korupsi pada Proyek Pengadaan User Terminal untuk Satelit Slot Orbit 1230 BT pada Kementerian Pertahanan tahun 2016, terus didalami Kejaksaan Agung (Kejagung).
Tindak pidana tersebut terkait pelaksanaan pengadaan berdasarkan Agreement for the Provision of User Terminals and Related Services and Equipment antara Navayo International AG dan Kementerian Pertahanan tanggal 1 Juli 2016, berikut Amandement Nomor 1 to the Agreement for the Provision of User Terminal and Related Services and Equipment tanggal 15 September 2016, pada Kementerian Pertahanan yang dilaksanakan oleh Navayo International AG.
Perkembangan terbaru sebagaimana disebutkan Jaksa Agung ST Burhanuddin dalam Siaran Pers Nomor: PR – 394/024/K.3/Kph.3/05/2025, yang diterima DETAKKaltim.Com melalui Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar menyebutkan, Tim Penyidik Koneksitas menetapkan tiga orang tersangka, Rabu (7/5/2025).
Penetapan tersangka tersebut berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sprin 78A/PM/PMpd.1/05/2025 tanggal 5 Mei 2025 terhadap Tersangka Laksamana Muda TNI (Purn) LNR, selaku Kepala Badan Sarana Pertahanan Kementerian Pertahanan dan selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Ditetapkan berdasarkan Penetapan Tersangka Nomor: TAP-11/PM/PMpd.1/05/2025 tanggal 5 Mei 2025.
Tersangka ATVDH selaku Tenaga Ahli Satelit Kementerian Pertahanan, ditetapkan berdasarkan Penetapan Tersangka Nomor: TAP-12/PM/PMpd.1/05/2025 tanggal 5 Mei 2025.
Tersangka GK selaku CEO Navayo International AG, ditetapkan berdasarkan Penetapan Tersangka Nomor: TAP-13/PM/PMpd.1/05/2025 tanggal 5 Mei 2025.
Harli menjelaskan kasus posisi dalam perkara ini. Kementerian Pertahanan Republik Indonesia melalui Tersangka Laksamana Muda TNI (Purn) LNR selaku Kepala Badan Sarana Pertahanan Kementerian Pertahanan, dan selaku PPK telah menandatangani kontrak dengan Tersangka GK.
Tersangka GK selaku CEO Navayo International AG, sebuah Perusahaan Hungaria, tanggal 1 Juli 2016 tentang perjanjian untuk penyediaan terminal pengguna jasa dan peralatan yang terkait (Agreement For The Provision Of User Terminal And Related Service And Equipment) senilai USD34.194.300 dan berubah menjadi USD29.900.000;.
“Penandatanganan kontrak antara Navayo International dengan PPK yakni Tersangka LNR, dilakukan tanpa ada tersedianya anggaran,” jelas Harli.
Penunjukan adanya Navayo International AG sebagai pihak ketiga, jelas Harli lebih lanjut, tanpa melalui proses pengadaan barang dan jasa dimana Navayo International AG juga merupakan rekomendasi aktif dari Tersangka ATVDH.
Selanjutnya, Navayo International AG mengklaim telah melakukan pekerjaan berupa pengiriman barang kepada Kementerian Pertahanan RI, dengan berdasar kepada 4 buah Certificate of Performance (CoP).
CoP tersebut telah ditandatangani Letkol Tek JKG dan Kolonel Chb MRI atas persetujuan Mayor Jendral TNI (Purn) BH dan Tersangka Laksamana Muda TNI (Purn) LNR, dimana CoP tersebut yang telah disiapkan oleh Tersangka ATVDH dan Tersangka GK tanpa dilakukan pengecekan/pemeriksaan terhadap barang yang dikirim Navayo terlebih dahulu.
“Pihak Navayo International AG melakukan penagihan kepada Kementerian Pertahanan Republik Indonesia, dengan mengirimkan 4 invoice (permintaan pembayaran dan CoP), namun sampai dengan tahun 2019 Kementerian Pertahanan RI tidak tersedia anggaran pengadaan satelit,” jelas Harli lebih lanjut.
Setelah dilakukan pemeriksaan terhadap pekerjaan Navayo International AG, berdasarkan pemeriksaan hasil laboratorium terhadap sampling barang yang dikirim Navayo Handphone sebanyak 550 buah, bukan merupakan Handphone Satelit dan tidak terdapat Secure Chip sebagaimana spesifikasi teknis yang dipersyaratkan dalam kontrak.
Terhadap master program yang dibuat Navayo, yaitu sebanyak 12 buku Milstone, 3 Submission, setelah dinilai oleh ahli satelit dengan kesimpulan pekerjaan Navayo International AG tidak dapat membangun sebuah Program User Terminal.
“Saksi yang telah diperiksa terdiri dari 52 orang saksi sipil, dan 7 orang saksi militer, serta 9 orang Ahli,” jelas Harli lebih lanjut.
Baca Juga:
- MS, Hakim Ad Hoc PHI Medan Diberhentikan Tidak Hormat MKH
- Perkara TPPU, PH Terdakwa Arie Sebut Tuntutan JPU Tak Berkeadilan
- Gratifikasi Ronald Tannur, Berkas Perkara Eks Ketua PN Sby Dilimpahkan
Kementerian Pertahanan RI harus membayar sejumlah USD20.862.822 berdasarkan Final Award Putusan Arbitrase Singapura, karena telah menandatangani CoP. Sementara menurut perhitungan BPKP, kegiatan yang telah dilaksanakan oleh Navayo International AG telah menimbulkan kerugian negara sebanyak USD21.384.851,89.
Untuk memenuhi kewajiban pembayaran sejumlah USD20.862.822 berdasarkan Final Award Putusan Arbitrase Singapura, dan permohonan penyitaan Wisma Wakil Kepala Perwakilan Republik Indonesia, rumah dinas Atase Pertahanan dan rumah dinas (apartemen) Koordinator Fungsi Politik KBRI di Paris oleh Juru Sita (Commissaires de justice) Paris terhadap Putusan Pengadilan Paris yang mengesahkan Putusan Tribunal Arbritase Singapura tanggal 22 April 2021 yang dimohonkan oleh Navayo International AG atas putusan Arbitrase International Commercial Court (ICC) Singapura.
Pasal yang disangkakan terhadap para Tersangka yakni diduga melanggar: Primair, Pasal 2 ayat (1) dan atau Subsidair Pasal 3 Junto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Junto Pasal 55 ayat (1) Ke-1 Junto Pasal 64 KUHP
Lebih Subsidair, Pasal 8 Junto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Junto Pasal 55 ayat (1) Ke-1 Junto Pasal 64 KUHP. (DETAKKaltim.Com)
Sumber: Siaran Pers
Editor: Lukman