
Forum Masyarakat Peduli Keadilan (FMPK) Kaltim menggelar aksi demo di depan PN Samarinda menyampaikan sejumlah tuntutan. (foto: Exclusive)
• Demonstran: PN Samarinda Jangan Sampai Melindungi Mafia Tanah
DETAKKaltim.Com, SAMARINDA : Suasana Pengadilan Negeri (PN) Samarinda, Kamis (10/4/2025) berbeda dari biasanya. Teriknya matahari tak mampu meredam semangat puluhan anggota Forum Masyarakat Peduli Keadilan (FMPK) Kaltim yang datang memenuhi halaman Gedung Pengadilan. Di tangan mereka, terbentang spanduk-spanduk berisi jeritan hati, salah satunya berbunyi “PN Samarinda jangan sampai melindungi mafia tanah.”

Terlihat jelas, bukan sekadar protes, tapi harapan. Harapan agar keadilan tidak dibeli. Harapan agar hukum berdiri tegak di atas kebenaran, bukan kekuasaan atau uang.
Usai menggelar aksi demo, pihak Pengadilan menerima perwakilan dari mereka dengan harapan bisa berdialog dengan Ketua PN. Namun sayang, Ketua PN tidak berada di tempat. Para pendemo kemudian ditemui Ketua Panitera Hadi Riyanto.
Tak lama setelah melakukan aksi demo, sidang kasus dugaan penggunaan surat tanah palsu dengan Terdakwa Rahol Suti Yaman (60) kembali disidangkan di dalam ruang sidang Kusuma Atmaja.
Pria yang kini berusia beranjak senja itu kini menjadi pusat perhatian, bukan hanya karena kasusnya yang menyita perhatian publik, tapi juga karena dianggap sebagai salah satu potret dari persoalan besar, yang dihubung-hubungkan dengan mafia tanah yang dinilai sudah semakin merajalela.
Majelis Hakim yang dipimpin oleh Jemmy Tanjung Utama SH MH membacakan Putusan Sela terhadap eksepsi, yang diajukan Kuasa Hukum terdakwa. Singkat dan tegas, Jemmy menyatakan eksepsi Terdakwa Rahol Nomor Perkara 169/Pid.B/2025/PN Smr tidak dapat diterima alias ditolak, dan memerintahkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk melanjutkan pemeriksaan perkara.
Ketukan palu Ketua Majelis Hakim menjadi penanda, bahwa perjalanan hukum Rahol masih jauh dari kata selesai.
“Mengadili, menyatakan eksepsi Penasihat Hukum tidak dapat diterima, dan memerintahkan Jaksa Penuntut Umum untuk melanjutkan pemeriksaan perkara,” tegas Jemy dalam ruang sidang yang dipenuhi ketegangan dan sorot mata penasaran.
Perkara yang menyeret Rahol berkaitan dengan dugaan penggunaan surat palsu. Namun, dalam eksepsinya, Rahol berdalih bahwa proses penyidikan cacat hukum karena ia tidak didampingi Penasihat Hukum saat diperiksa Polisi.
Majelis menilai sebaliknya. Bukti yang diajukan menunjukkan bahwa Rahol secara sadar menolak pendampingan hukum melalui surat resmi.
“Proses penyidikan telah sesuai prosedur,” ujar Jemmy.
Tak hanya itu, Majelis Hakim juga menilai surat dakwaan dari Jaksa telah sah secara formil maupun materiil. Identitas, kronologi, hingga dugaan perbuatan pidana, semuanya disebutkan lengkap.
Permohonan lain yang diajukan pihak terdakwa, yakni untuk menghentikan perkara dengan alasan sengketa perdata, juga tak berhasil menembus pertimbangan hukum. Bagi Majelis, perkara pidana tetap harus dibedakan dari ranah perdata.
“Sidang akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda pembuktian. Jika ada bukti tambahan, segera diajukan,” kata Jemmy, sembari mengingatkan agar kedua pihak tidak mencoba melakukan pendekatan kepada Majelis Hakim.
“Kami tidak segan-segan melaporkan hal ini ke KPK,” sebutnya.
Di luar ruang sidang, para demonstran masih nampak berkumpul. Mereka menyuarakan dukungan kepada Ketua PN Samarinda agar tegas terhadap Hakim-Hakim yang dinilai “nakal”. Mereka yakin, kasus Rahol bukan sekadar satu perkara biasa. Ini, kata mereka, adalah bagian dari pola. “Pemainnya itu-itu juga,” ujar salah seorang demonstran kepada DETAKKaltim.Com.
Meski Ketua PN Samarinda tidak berada di tempat, para pendemo menyatakan akan kembali dengan membawa surat resmi. Mereka ingin suara rakyat benar-benar sampai ke pucuk pimpinan Pengadilan.
Rasa lega terlihat jelas di wajah Abraham Ingan dan Sujanlie Totong, Kuasa Hukum dari pihak pelapor usai mendengar putusan tersebut. Abraham mengungkapkan rasa puasnya dengan mengatakan, putusan Hakim tersebut sudah sesuai harapan mereka.
“Putusan ini sesuai harapan kami dan sangat memuaskan,” ujar Abraham.
Sedangkan Sujanlie Totong menilai pertimbangan Hakim telah tepat, memisahkan perkara pidana dan perdata yang selama ini kerap dicampuradukkan untuk memperlemah kasus-kasus serupa.
“Putusan Majelis Hakim itu buat kami selaku pengacara korban sangat memuaskan, karena dalam pertimbangan Hakim atas eksepsi Penasihat Hukum terdakwa memang tidak ada hubungannya antara perkara pidana dengan perdata. Itu dua hal yang berbeda,” ujar Sujanlie.
Baca Juga:
- Dakwaan Dinilai Kabur, JPU Tegas Membantah
- PH Terdakwa Rahol Sampaikan Eksepsi, Nilai Dakwaan JPU Kabur
- Sengketa Tanah, Dijanjikan Rp4 Milyar Rahol Didakwa Gunakan Surat Palsu
Dalam dakwaan JPU pada perkara 169/Pid.B/2025/PN Smr disebutkan, kasus ini bermula ketika I Nyoman Sudiana menginformasikan kepada Rahol bahwa kakaknya yang telah meninggal Abdullah Bin Gumri, memiliki sebidang tanah di Jalan PM Noor, Samarinda Utara. Tanah itu disebut masih berupa Surat Pernyataan Penguasaan Tanah (SPPT) tahun 1981.
Nyoman kemudian meminta Rahol menggunakan surat tersebut sebagai bukti kepemilikan, meskipun Rahol tidak pernah mengetahui bahwa kakaknya memiliki tanah tersebut. Demi mendapatkan bagian Rp4 Milyar jika tanah itu terjual, Raholpun nekat menandatangani dokumen SPPT tahun 2014 yang dibuat oleh Nyoman.
Dari surat SPPT itu, kemudian dibuat Surat Pelepasan Hak, seolah-olah Rahol telah menjual sebagian tanah kepada Nyoman.
Pada tahun 2019, Nyoman memperkenalkan Rahol kepada Saksi H Amransyah, yang diketahui sebagai pembeli tanah tersebut.
Dalam sidang, JPU mengungkap bahwa Amransyah memperoleh keuntungan dari menyewakan tanah itu kepada Agus Sudarso sebesar Rp40 Juta per tahun. Berbekal dokumen SPPT 2014 atas nama Rahol, Nyoman mengurus pemecahan tanah menjadi dua.
Bagian pertama, tanah seluas 4.149 m² untuk dirinya sendiri berdasarkan Surat Pelepasan Hak 2014. Bagian Kedua, tanah seluas 2.250 m² dan 2.200 m² yang dijual kepada H Amransyah berdasarkan dokumen pelepasan hak tahun 2020. (DETAKKaltim.Com)
Penulis: ib
Editor: Lukman