
Otto Geo Diwara Purba. (foto: Exclusive/ist)
- Penulis: Otto Geo Diwara Purba
- Pendiri Serikat Pekerja Pertamina Seluruh Indonesia (SPPSI)
KEJAKSAAN Agung tengah melakukan Penyidikan perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam Tata Kelola Minyak Mentah dan Produk Kilang PT Pertamina (Persero), Sub Holding, dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018 hingga 2023 yang merugikan keuangan negara sekitar Rp193,7 Trilyun.
Awal Bahan Bakar Minyal (BBM) dijual di SPBU Pertamina Premium dan Solar. Selanjutnya, Premium, Solar, Pertalite, Pertamax 92, Pertamax Plus, Pertamina Dex, dan Dexlite. Saat ini Dexlite, Solar, Pertalite, Pertadex, Pertamax 92, Pertamax Turbo, dan Bio Pertamax RON 95.
Pertalite dan Pertamax 92 adalah produk abu-abu yang bisa jatuh ke kejahatan dan bisa jatuh ke kebaikan. Misal, konsumen beli Pertalite dioplos dengan Pertamax 92 atau Turbo atau Pertamax Turbo dengan Pertamax 92.
Dari sisi kejahatan, RON 90 nyaris tidak ada. Yang ada RON 91 dan nyaris ke RON 92, baik dari kilang Pertamina dan import (karena presisi 90 nyaris tidak, karena lebih baik lebih dari pada kurang). Hal ini nyaris sama dengan Kerosine/Minyak Tanah bisa campuran ke Solar bisa campuran ke Premium. Minyak Tanah bisa pengganti Avtur.
Jadi RON abu-abu 90-92 ini bisa dicreate ke Pertalite tanpa pewarna dan aditive dan bisa jadi Pertamax 92. RON itu ada karakteristik bahan bakar Gasoline itu sendiri, kompresi 10:1 dan 11:1 (beda tipis) dan tanpa editive dan lain-lain. Memang sudah performa baik: anti karat, anti shocking dan lain-lain. Beda pada warna, dan Pertamax rada menyengat tapi bahan dasar sama (tinggal crude dari mana : aspaltic atau parafinic/heavy crude, light crude dst.).
Harus dicermati hilangnya Pertamax Plus RON 95 ada apa??? kemahalan yes kwalitas ok???. Para pemutus melihatnya sisi abu-abu agar bisa kiri kanan. Misal: ada statistik SPBU yang Non Subsidi ada yang mix. Inilah permainan itu, di kota secara politisnya besar Pertalite ada. Di daerah/propinsi jinjir politis rendah, maka BBM bersubsidi dikurangi, tinggal main-main itu saja.
Tentang import crude itulah abu abu. Kebutuhan dalam negeri 1,6 juta barrel, kilang mampu 900 ribu. Berarti kekurangan ya potensi permainan/ada tata Kelola, balik ke oknum yang lirak-lirik dari oknum melihat opportunity.
Kontrak apapun, baik mau tanpa jumpa, tanpa papers dan lain-lain semua baku atur. Modus: rencana kerja per tahun import, export, kebutuhan crude/produk diberi kepada makelar seperti MR dan gangnya. Mungkin juga para anggota DPR, executive, dan lain-lain. Kolaborasi manis dapat gula yang manis (pembagian fee dan hasil mark up – tinggal periksa saja dengan sangat mudah). Apakah pihak auditor seperit BPK dan lain-lain bermain? Lihat saja antara penghasilan sebagai ASN dengan rumah yang begitu banyak dan kaya. Gampangkan?. (*)
Editor: Lukman