
Tiga saksi ABK dihadirkan dalam persidangan masing-masing Abdul Gafar, Lullah, dan Dondon. (foto: SLP)
DETAKKaltim.Com, TARAKAN: Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Tarakan, Provinsi Kalimantan Utara, menunda persidangan nelayan asing yang diduga melakukan pencurian ikan (illegal fishing) di perairan Indonesia selama satu minggu.
Alasan penundaan sidang, ujar Ketua Majelis Hakim Abdul Rahman Talib SH MH didampingi Hakim Anggota Agus Purwanto SH MH dan Alfianus Rumondor SH MH, dalam sidang perdana yang digelar, Rabu (5/2/2025), hanyalah semata-mata demi kemanusiaan.
Dikatakan, Terdakwa Rajim Bin Al Rano nomor perkara 34/Pid.Sus/2025/PN Tar, kelahiran Filipina, 10 Juni 1986, alamat Pulau Mabul, Sempurna, Sabah Malaysia Timur, belum ada pemberitahuan kepada pemerintah asal negaranya Malaysia atau Filipina.
“Jaksa Penuntut Umum (JPU) kami beri waktu satu minggu untuk menyurati Kedubes Malaysia atau Kedubes Filipina di Jakarta,” kata Abdul Rahman menutup sidang.
Posisi nelayan Suku Bajau memang sangat sulit dalam menentukan kewarganegaraannya. Rajim Bin Al Rano yang ditangkap bersama Abdul Gafar Bin Jamil, Lullah Bin Frnandi, dan Dondon Bin Sabturani di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) 716 Laut Sulawesi pada Kamis, 31 Oktober 2024, belum tentu tinggal di Pulau Mabul, Sampoorna, Sabah, Malaysia. Dengan kata lain, belum tentu warga negara Malaysia
“Pada umumnya Suku Bajau tinggal dan beranak-pianak di atas perahu. Sementara Id Card atau sejenis Kartu Tanda Penduduk (KTP) hanyalah sekedar pengenal, yang belum tentu pemiliknya pernah tinggal di alamat tersebut,” kata seorang tokoh masyarakat Tarakan yang mengaku memiliki darah Suku Bajau kepada media ini.
Baca Juga:
- Sidang Mediasi Kelompok Tani Busang Dengen Gagal
- Korupsi Rp734 Juta, DPO Terpidana 8 Tahun Diamankan Tim Tabur Kejati Sumsel
- Perkara Korupsi Koni Kukar, Tiga Terdakwa Divonis Bersalah
Pesoalan memang bisa menjadi rumit, karena menyangkut Hak Asasi Manusia (HAM) kata Missri Rahayu SH MH Penasehat Hukum Terdakwa Rajim Bin Al Rano, usai sidang
Menurut pengacara dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kaltara ini, pihaknya akan terus mendampingi terdakwa sampai selesai.
“Kami berharap agar JPU menyurati Kedubes Malaysia negara tempat tinggal terdakwa bersama ketiga ABK yang menjadi saksi,” ujar Pengacara yang mengaku punya darah keturunan Suku Bajau.
Menanggapi penundaan sidang itu, Kepala Stasiun Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Tarakan, Johanes J Medea SSt Pi yang ditemui di kantornya, Kamis (6/2/2025) mengatakan, sudah menyurati Kedutaan Besar (Kedubes) Malaysia di Jakarta melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) di Jakarta.
“Sulit memang, jika lahir di atas perahu untuk menentukan kewarganeraannya. Namun, walaupun demikian kami sudah sampaikan pemberitahuan ke Komjen Filipina di Manado, Sulawesi Utara,” kata Johanes.
Dalam dakwaan JPU Daniel Hamonangan Simamora SH menyampaikan, saat operasi pengawasan kapal Pengawas Kelautan dan Perikanan RIB – 09 yang dipimpin Candra Masuara SPi dan saksi Umar Handoyo AMd Pi berhasil menangkap perahu KM. SA-5921/5/F Berbendera Malaysia di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) di 716 Laut Sulawesi, atau tepatnya di titik koordinat 3° 37’ 749” N 118° 32’ 486” E.
Keberadaan perahu KM. SA – 5921/5/F berbendera Malaysia ZEE Indonesia – Malaysia diawaki Rajim Bin Al Rano bersama Anak Buah Kapal (ABK) Abdul Gafur Bin Jamil, Lullah Bin Fernandi, dan Dondon Bin Sabturani dengan hasil tangkapan 161 Kg ikan campuran Tuna Sirip Kuning, Tuna Mata Besar, Cakalang Kecil, dan Tongkol. (DETAKKaltim.Com)
Penulis: SL Pohan
Editor: Lukman