DETAKKaltim.Com, JAKARTA: Jaksa Agung RI ST Burhanuddin melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana memimpin ekspose virtual dalam rangka menyetujui 4 permohonan penyelesaian perkara berdasarkan mekanisme Restorative Justice (keadilan restoratif), Kamis (28/11/2024).
Dalam Siaran Pers Nomor: PR – 1000/086/K.3/Kph.3/11/2024 yang diterima DETAKKaltim.Com melalui Kapuspenkum Kejaksaan Agung Harli Siregar dijelaskan, salah satu perkara yang diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif yaitu terhadap Yunus alias Afung anak dari Ahian (Alm) dari Kejaksaan Negeri kota Sanggau.
“Disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT),” jelas Asep.
Kronologi bermula pada hari Sabtu tanggal 14 September 2024 sekitar Pukul 13:00 WIB, Tersangka Yunus pulang ke rumahnya yang beralamat di Dusun Hilir, Desa Hilir, Kecamatan Balai, Kabupaten Sanggau, Provinsi Kalimantan Barat, untuk mengantarkan mainan anak-anaknya.
Setelah itu, Tersangka Afung pergi ke rumah pamannya yaitu saksi Kornelis alias Atit. Mengetahui hal tersebut, saksi korban Ira yang merupakan istri Tersangka Afung pergi ke tempat paman Tersangka.
Ia meminta kepada saksi Kornelis untuk menyuruh Tersangka Afung pulang ke rumah, guna menyelesaikan masalah keluarga diantara mereka berdua.
Kemudian pada tanggal 18 September 2024 sekitar Pukul 09:00 WIB, Saksi Kornelis membawa Tersangka Afung pulang ke rumahnya. Sesampainya di rumah, Tersangka marah-marah dan langsung menarik baju Saksi Ira sambil menampar dan meninju bagian ulu hatinya.
Lalu Saksi korbab Ira berlari keluar rumah dan memberitahukan kepada warga sekitar, bahwa ia telah ditampar dan ditinju Tersangka Afung.
Mengetahui hal tersebut, saksi Kornelis menyuruh Saksi korban Ira pergi bersama saksi David alias Boge untuk memberitahukan kepada keluarga Saksi korban Ira.
Kemudian sekitar Pukul 10:30 WIB, Saksi korban Ira kembali ke rumahnya bersama dengan keluarganya dan saksi David. Saat saksi korban Ira masuk ke dalam rumah tiba-tiba Tersangka Afung menarik Saksi korban Ira dan langsung meninju, menendang, dan membantingnya hingga bibir sebelah kirinya robek.
Kemudian Saksi Kornelis bersama dengan Saksi David masuk ke dalam rumah untuk mengamankan Saksi korban Ira, kemudian Tersangka meninju dan menendang Saksi Kornelis.
Saksi Kornelis lalu melaporkan kejadian ini ke Polsek Batang Tarang, kemudian petugas Polsek Batang Tarang datang ke rumah Tersangka Afung dan membawanya ke Polsek Batang Tarang untuk diamankan.
Baca Juga:
- Tiga Terdakwa Perkara Korupsi Solar Cell Disdik Kutim Divonis Bersalah
- Ketua MA Seru Hakim Aktif Ungkap Kebenaran Materiil Perkara Perdata
- Penyidik Kejati Kaltim Geledah Kantor PT Erda Indah
Berdasarkan hasil Visum Et Repertum Nomor: 03/VER/PKM-BT/2024 tanggal 27 September 2024, yang dikeluarkan UPT Puskesmas Batang Tarang atas nama Ira telah dilakukan pemeriksaan oleh Dokter pemeriksa atas nama dr Sumarti Fina Martha Wongso, dengan hasil pemeriksaan didapatkan luka robek pada bibir, luka lecet di leher, pinggang kanan, lengan kiri, memar di wajah, dan benjolan di pundak kiri yang diakibatkan oleh kekerasan tumpul.
Mengetahui kasus posisi tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Sanggau Dedy Irwan Virantama dan Kasi Pidum Bilal Bimantara serta Jaksa Fasilitator Raynaldo Bonatua Napitupulu, menginisiasikan penyelesaian perkara ini melalui mekanisme restorative justice.
Dalam proses perdamaian, Tersangka Afung mengakui dan menyesali perbuatannya serta meminta maaf kepada Korban. Setelah itu, Korban Ira menerima permintaan maaf dari Tersangka dan juga meminta agar proses hukum yang sedang dijalani Tersangka dihentikan.
Usai tercapainya kesepakatan perdamaian, Kepala Kejaksaan Negeri Sanggau mengajukan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat (Kajati Kalbar) Edyward Kaban.
Setelah mempelajari berkas perkara tersebut, Kajati Kalbar sependapat untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restorative. Dan mengajukan permohonan kepada JAM Pidum, permohonan tersebut disetujui dalam ekspose Restorative Justice yang digelar Kamis, 28 November 2024.
Selain itu, JAM Pidum juga menyetujui perkara lain melalui mekanisme keadilan restoratif, terhadap 3 perkara lain yaitu, Terangka Ripki Septiana alias Ule alias Acil Bin Kidik (Alm) Kejaksaan Negeri Kota Sukabumi, yang disangka melanggar Pasal 363 Ayat (1) Ke-3 dan Ke-5 KUHP Subsidair Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Tersangka Retendra Johnbetri panggilan Ten dari Kejaksaan Negeri Solok, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka Aulia Adi Putra panggilan Willi dari Kejaksaan Negeri Solok, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP, Pasal 351 Ayat (2) KUHP tentang Penganiayaan.
Menurut JAM Pidum, alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain, telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf.
Selain itu, Tersangka belum pernah dihukum; Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana; Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 tahun; Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
Berikutnya, proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi; Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar; Pertimbangan sosiologis; dan Masyarakat merespon positif.
“Para Kepala Kejaksaan Negeri dimohon untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif, sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022, tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum.” pungkas JAM Pidum. (DETAKKaltim.Com)
Sumber: Siaran Pers/K.3.3.1
Editor: Lukman