
Andi Ade Lepu. (foto : 1st)
- Penulis: Andi Ade Lepu *)
PEMILIHAN Gubernur Kaltim tinggal hitungan hari. Dua juta lebih pemilih akan diperebutkan oleh dua kandidat, Isran – Hadi dan Rudy – Seno. Ini pertandingan kontras dari dua kutub berbeda. Petahana melawan penantang. Isran yang bisa disebut tua (67 tahun) melawan Rudy yang hitungannya masih muda (42 tahun). Rudy unggul mesin (Parpol), tapi Isran menang dari sisi figur.
Pertanyaan tanpa basa-basinya adalah siapa yang akan menang? Sebelum sampai ke situ, kita lihat beberapa faktor.
Pertama, sisa waktu beberapa hari ini telah membentuk keputusan pemilih. Secara empirik, tak ada lagi hal signifikan yang bisa mengubah pilihan orang. Tak berguna lagi kampanye-kampanye panggung. Masa sosialisasi dan kampanye resmi yang lama dilalui telah membentuk pilihan orang secara kuat. Perang tinggal menyasar sisa pemilih ragu-ragu yang biasanya terdistribusi rata di semua segmen. Ini tentu saja agak sulit dijangkau sehingga kandidat memilih abai terhadap mereka. Medan pertarungan otomatis merangsek ke relung TPS. Menguatkan relawan dan memobilisasi pemilih sekitar TPS. Kandidat yang menang adalah yang mampu menguasai TPS dan memastikan pemilihnya memanfaatkan hak pilih.
Kedua, Pilgub kali ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Ini pemilihan serentak yang dengan sendirinya memiliki banyak variabel dan simpangan-simpangan pilihan. Kandidat perlu memastikan besaran captive voters (pemilih terikat) yang solid di lini-lini depan. Kandidat perlu terus terlihat dan berada di tengah-tengah mereka. Termasuk adalah kebijaksanaan untuk tidak mengganggu pemilihnya dengan sodoran pilihan Bupati/Walikota. Tak ada kemenangan paket, tak ada tandem yang produktif, karena hanya akan membuyarkan konsentrasi pemilih.
Terakhir, mau tak mau kita harus membuka tren arsip-arsip survei. Lembaga-lembaga kredibel cukup aktif memublikasikan hasil survei. Di awal survei, kita membaca Isran Noor jauh meninggalkan Rudy Mas’ud. Tapi berturut-turut jika kita menelaah beberapa tracking survei memperlihatkan dinamika yang fluktuatif. Elektabilitas Isran Noor melemah mendekati angka 51% sementara tren Rudy menanjak mendekati batas psikologis 40%. Sisanya undecided lebih kurang 9%.
Survei telah menempatkan Isran Noor sebagai kandidat berpeluang menang. Tapi angkanya rentan, dan melemah di masa-masa akhir. Pembacaan kita terhadap survei ini penting untuk menjawab pertanyaan di atas, “Siapa yang akan memenangkan Pilgub?”
Kita bisa menulis dua skenario dari survei itu. Pertama, hari pemilihan akan menjadi pertarungan yang sangat ketat. Jika tren survei terus bertahan tanpa deviasi ekstrem, maka selisih keduanya akan tipis, 51% sampai maksimal 54%. Bisa Isran, bisa juga Rudy. Tim perlu menyiapkan diri untuk bertarung sampai ke gugatan MK.
Kedua, pemenang Pilgub nanti ditentukan oleh distibusi angka undecided, atau swing voters. Secara empirik, arah angka undecided dipengaruhi dua hal: sentimen keyakinan dan faktor emosional. Mereka akan memilih kandidat yang diyakini akan menang, atau juga kepada kandidat yang menarik simpati pemilih, baik karena faktor underdog effect (citra patut dibela, terzolimi) atau bandwagon effect (resonansi iklim kemenangan).
Persoalannya, kedua kandidat memainkan dua sentimen itu. Isran dengan propaganda keyakinan kemenangan, dan Rudy dengan gaya sederhana dan cenderung “terzolimi” dalam debat. Isran Noor terlihat over konfidens dalam gaya guyon ekstrim yang sudah kita kenal. Sementara Rudy konsisten dengan janji surgawi gratispol untuk semua. Bertahan dengan wajah datar walau sering diledek oleh oleh Isran.
Akhirnya, kita akan melihat apakah kapal besar yang dipakai Rudy Mas’ud mampu membawanya ke pelabuhan harapan? atau sebaliknya terkandaskan oleh nama besar seorang Isran Noor?
Entahlah, Pilgub hitungan hari, semua orang pasti ingin menang.
*) Direktur Lembaga Survei Kaltim (LSK)