DETAKKaltim.Com, TARAKAN : Merasa tidak adil atas Putusan Pengadilan Tinggi Kaltim dalam perkara nomor 133/Pid/2019PT SMR Junto Putusan Pengdilan Negeri Tarakan Nomor 100/Pid.Sus/2019/PN.Tar, Terpidana Subhan Bin (alm.) Ibrahim (53) mengajukan Peninjauan Kembali (PK) terkait dengan hukuman seumur hidup yang saat ini sedang dijalaninya di Lembaga Pemasyarakatan Tarakan, Kalimantan Utara.
Dalam sidang penyerahan memori PK yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Tarakan, Jum’at (15/11/2024), Abdul Rahman Ali B SH selalu Penasehat Hukum Terpidana Subhan mengatakan, alasan pengajuan PK yang dilakukan Subhan setelah menjalani hukuman selama enam tahun akibat kurangnya pengetahuan hukum dan belum adanya biaya mengambil pengacara.
“Untuk memakai jasa pengacara itu biayanya mahal,” kata Abdul Rahman kepada DETAKKaltim.Com Senin (18/11/2024).
Adalah Herberth Godliaf Uktolseja (HGU) SH, mantan Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tarakan dalam perkara tersebut yang telah dipecat lantaran terbukti melanggar Angka 1 Butir 2.2, Angka 2 Butir 2.1 ayat (1), Angka 2 Butir 2.2 ayat (1), Angka 5 Butir 1.3., Angka 5 Butir 1.4., Angka 7 Butir 7.2 ayat (1), Angka 7 Butir 7.3.1 Surat Keputusan Bersama MA dan KY No.047/KMA/SKB/IV/2009 dan Nomor 02/SKB/P.KY/lV/2009 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim terkait perkara suap yang menjanjikan memenangkan Peninjauan Kembali (PK) perkara di Tarakan (Detik.Com), memvonis Subhan dengan hukuman seumur hidup.
Sedangkan kedua rekannya, masing-masing Randi Bin Rajib dan Muhammad Sakir Bin Talle masing-masing dijatuhi hukuman 19 tahun penjara, atau lebih berat dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang hanya 18 tahun.
“Hukuman ultra petita terhadap Subhan Ibrahim patut diduga akibat tidak terpenuhinya permintaan Hakim HGU yang meminta uang sebesar Rp250 Juta dari terpidana agar hukuman mereka ringan,” kata Abdul Rahman kepada DETAKKaltim.Com diiyakan Subhan saat media ini berkunjung ke Lapas Tarakan bersama Penasehat Hukumnya.
Kisahnya, kata Subhan, berawal dari kedatangan dua orang laki-laki ke warung miliknya di RT 3, Pantai Amal Lama, Tarakan Timur, untuk membeli makan dan minum pada bulan September 2018 lalu.
Dalam percakapan, keduanya mengenalkan namanya Ajir dan Husin, yang kemudian diketahui sebagai ayah kandung Faisal Bin Husin, menanyakan siapa pemilik Speed Boat yang ada di pinggir Pantai depan warung Subhan. Setelah tahu pemiliknya, keduanya membujuk Subhan untuk menjemput paket Sabu di Perairan Laut Bunyu dengan upah Rp20 Juta.
Mendengar besarnya uang yang ditawarkan dalam situasi perekonomiannya yang sulit, tanpa pikir panjang Subhan langsung mengiyakan. Selanjutnya, Husin meminta nomor handphone Subhan untuk diberikan kepada Faisal Bin Husin pemilik Sabu.
Pada hari Sabtu, 6 Oktober 2018 Faisal Bin Husin (Napi Lapas Tarakan), menghubungi Subhan mengambil paket Sabu dari Husin dan Yosin di Perairan Bunyu. Karena hari sudah sore, Subhan memanggil Muhammad Sakir yang kemudian datang bersama-sama Randi keponakannya. Malam itu juga mereka bertiga berangkat menggunakan Speed Boat menuju Perairan Pulau Bunyu.
Sekitar Pukul 21:30 Wita Husin dan Yosin, keduanya baru diketahui masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) datang menggunakan Speed Boat menyerahkan bungkusan Sabu sekitar 1 Kilogram. Kemudian Faisal meminta Subhan membaginya menjadi 2 bungkus. Tapi karena hari sudah malam, Subhan memutuskan bermalam di pondok (kelong penangkap ikan) milik nelayan yang tidak jauh dari mereka.
Paginya, Minggu 7 Oktober 2018 sekitar Pukul 06:00 Wita, Subhan ditelepon Ajir (DPO) atas suruhan Hengki Suteja yang berada di Lapas Pare-Pare, Sulawesi Selatan, untuk menunggunya di pondok atau kelong tempat mereka menginap. Dan, pada Pukul 09:30 Wita, Ajir datang menyerahkan paket berisi Sabu yang beratnya sekitar 1 Kg untuk dibawa ke Tarakan.
Setelah ketiganya tiba di Tarakan, Subhan menelepon Faisal memberitahukan mereka sudah berada di depan Pelabuhan Perikanan Tarakan. Tak lama kemudian, seseorang yang mengaku bernama Syukur (DPO) atas suruhan Faisal menelepon Subhan untuk mengambil satu bungkusan milik Faisal.
Tak lama berselang, lagi-lagi Subhan Kembali dihubungi seseorang yang mengaku bernama Oktavianus Bin Simon atas suruhan Faisal untuk mengambil paket Sabu, dan meminta bertemu di Jalan Hasanuddin samping Bandara Internasional Juata Tarakan, atau tepatnya di canal mangkrak Bandara sekarang.
Usai menyerahkan Sabu kepada Oktavianus, Subhan menghubungi Ajir menanyakan kemana Sabu titipannya diserahkan. Tak lama kemudian Hengky Suteja menelepon Subhan untuk menunggu Irfandi Bin Harun, keponakannya sendiri yang akan mengambilnya di Dermaga Pelabuhan Beringin 2, Kampung Pukat, Tarakan.
Selesai menjalankan tugas sesuai permintaan Faisal, sekitar Pukul 15:30 Wita ketiganya pulang ke rumah Subhan di Pantai Amal Lama, Tarakan Timur. Namun, begitu mereka turun dari Speedboat anggota Badan Narkotik Nasional (BNN) sudah menunggu kepulangan mereka.
Selanjutnya, BNN menggeledah isi rumah makan milik Subhan namun tidak menemukan alat bukti berupa Sabu ataupun uang tunai selain buku rekening Bank BRI milik keluarga atas nama Subhan Ibrahim.
Subhan berusaha menjelaskan bahwa Tabungan tersebut milik keluarganya, modal usaha dari penjualan makanan dan minuman di warungnya yang disisihkan selama setahun. Namun, BNN tetap bergeming untuk menjadikan isi Tabungan tersebut sebagai bukti hasil kejahatan penjualan Narkoba.
Keesokan harinya, Subhan dibawa ke Bank BRI Jalan Kusuma Bangsa, Bom Panjang, Tarakan, dengan pengawalan ketat lengkap Senjata Api untuk mengeluarkan uang sebesar Rp45 Juta untuk dijadikan bukti, atau rekayasa kasus seolah-olah pada saat penggerebekan di rumah Subhan Pantai Amal Lama ditemukan uang tunai hasil transaksi penjualan Narkoba.
Selanjutnya, Subhan bersama kedua keponakannya Muhammad Sakir dan Randi dibawa ke Kantor BNN, Jalan MT Haryono, Nomor 11 Cawang, Jakarta Timur, guna proses penyelidikan lebih lanjut.
“Saya diminta mengakui bahwa uang dalam buku rekening tersebut, merupakan hasil penjualan Narkoba yang sudah pernah kulakukan. Artinya, bukan hanya sekali ini saja saya terlibat,” kata ayah dari 5 anak ini kepada DETAKKaltim.Com.
“Mental kami benar-benar jatuh,” lanjut Subhan, terlebih setelah melihat Randi yang awalnya hanya ikut menemani Muhammad Sakir. Empat bulan mereka ditahan atau tepatnya 120 hari meringkuk dalam tahanan BNN.
Akhirnya Subhan menuruti kemauan BNN untuk mengakui bahwa uang sebesar Rp40 Juta, benar sebagai hasil penjualan Narkoba sebelumnya. Sementara upah sebesar Rp20 Juta belum diterima menunggu Sabu dijual. Setelah ada pengakuan tersebut, akhirnya BNN memulangkan mereka bertiga ke Tarakan, Kalimantan Utara.
“Cukuplah sudah penderitaan yang mereka rasakan selama penahanan BNN di Jakarta. Makanya Subhan berharap Peradilan yang akan dijalani nantinya menerima hukuman yang seadil-adilnya,” jelas Abdul Rahman.
Namun, jauh panggang dari api, Majelis Hakim yang diketuai HGU SH, menjatuhkan hukuman seumur hidup kepada Subhan sementara Randi Bin Rajib dan Muhammad Sakir Bin Talle masing-masing 19 tahun di atas tuntutan JPU yang hanya 18 tahun penjara.
Putusan Banding Pengadilan Tinggi Kalimantan Timur di Samarinda No. 133/PID/2019/PT SMR tanggal 8 Agustus 2019, menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Tarakan Nomor 100/Pid.Sus/2019/PN Tar tanggal 11 Juni 2019.
“Kami tidak bisa Kasasi karena pemberitahuan yang disampaikan Panitera Pengadilan Negeri Tarakan, melewati batas waktu. Namun, saya yakin keadilan pasti berpihak kepada kami. Saya khilaf telah menjadikan anak dan isteri menderita selama ini. Kebenaran akan memihak kami, Tuhan tidak akan membiarkan anak-anak dan isteri saya mengalami penderitaan ini.” kata Subhan berurai air mata.
Majelis Hakim yang menyidangkan perkara PK ini diketuai Abdul Rahman Thalib SH, dengan Hakim Anggota Anwar WH Sagala SH MH dan Alfianus Rumondor SH, dengan Jaksa Penuntut Umum Komang Noprizal Saputra SH MH. (DETAKKaltim.Com)
Penulis: SL Pohan
Editor: Lukman