DETAKKaltim.Com, Sendawar: Syaiful Anwar selaku Penasihat Hukum 12 terdakwa dugaan pencurian Buah Sawit di PT PP London Sumatera Tbk atau Lonsum, keberatan. Ia menyebut saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang kedua pada Selasa, 3 Juli 2024, terkesan dipaksakan. Alasannya, keterangan saksi hanya berdasarkan laporan data, bukan pandangan mata atau melihat langsung.
“Saksi menyampaikan data ukuran, bobot dan harga Buah Sawit yang hilang serta total kerugian per hari. Sementara saksi itu mengaku saat itu berada di Samarinda selama sekian hari. Itu tidak benar,” ujarnya kepada DETAKKaltim.Com, usai sidang di Pengadilan Negeri Kelas II Kutai Barat sore tadi.
Menurutnya, kesaksian Nadir Hakim selaku Koordinator Keamanan Lonsum yang disampaikan dalam sidang, tidak dapat diterima. Sebab dalam hukum pidana, kesaksian yang didapat dari orang lain tidak dapat dianggap sebagai alat bukti keterangan saksi.
“Itu De Auditu, kesaksian hanya berdasarkan laporan,” kata Syaiful Anwar, pengacara senior kelahiran Tenggarong ini.
Tidak itu saja. Syaiful Anwar mengatakan, keterangan saksi fakta dihadirkan JPU tidak dapat diterima. Sebab, Aan Nur Turaichan dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional atau ATR BPN Kabupaten Kutai Barat, tidak memahami bidangnya.
“Bagaimana bisa dijadikan saksi fakta, saya tanya dimana arah mata angin, timur dan barat saja dia tidak tahu. Katanya dia diminta mengambil titik koordinat di lokasi oleh Polisi dan pihak Lonsum, tapi tidak tahu mana utara atau selatan,” ungkap pria yang adalah seorang Geologis sebelum berprofesi sebagai Pengacara.
Albinus Darmawi sebagai kerabat dari salah seorang terdakwa, kecewa dengan kesaksian Aan Nur Turaichan.
“Dia ambil titik koordinat di kebun dan bilang sesuai lokasi HGU (Hak Guna Usaha) Lonsum. Apa benar di lokasi kejadian (tempat kejadian perkara)? Karena cuma orang Lonsum dan Polisi yang ada,” katanya.
Pernyataan Albinus yang menyaksikan sidang, sesuai dengan pertanyaan salah seorang Hakim Anggota kepada saksi Aan Nur Turaichan.
“Apa saksi melihat atau ada salah satu terdakwa saat ambil titik koordinat?” tanya Hakim Anggota Mochamad Firmansyah Roni yang mendampingi Buha Ambrosius Situmorang selaku Hakim Ketua, bersama Hakim Anggota Pande Tasya.
“Tidak ada,” jawab Aan Nur Turaichan saat ditanya hakim dalam sidang atas empat berkas perkara bernomor 101 sampai 104/Pid.B/2024/PN Sdw dilakukan dengan dua JPU dari Kejaksaan Negeri Kutai Barat. Yakni, Nur Handayani dan Mahesa Priyatama.
Ia juga mengaku tidak melihat Tali Rafia yang disebut saksi Nadir Hakim, biasa dipasang para terdakwa saat hendak memanen Buah Sawit di TKP.
Baca Juga:
- Sidang Korupsi PJN Wil 1, Saksi Ungkap Nono Mengeluh Soal Permintaan Fee
- Terdakwa Dituntut 5 Tahun, Jilid 3 Perkara Korupsi Nasabah Topengan BRI di Samarinda
- Keadilan Restoratif, Curi TV Orang Tua Tersangka Dimaafkan
Pada sidang ketiga tersebut, 12 terdakwa dihadirkan JPU. Nadir Hakim (43), sudah tujuh tahun bekerja di Lonsum, namun ditempatkan di Site Kutai Barat sejak 21 Desember 2023. Ia mengaku sebagai pelapor ke Polres Kutai Barat.
Ia merinci sesuai data total kerugian Lonsum akibat pencurian Buah Sawit yang didakwakan sesuai berita acara pemeriksaan di Polres Kubar. Data dihitung per hari periode tanggal 10-17 Maret 2024 oleh tim yang dibentuk Lonsum.
Minggu, 10 Maret 2024, Terdakwa Pagior dan kawan-kawan dikatakan mengambil 677 janjang Buah Sawit dengan berat 6.100 Kilogram. Dengan harga saat itu Rp2.200 per Kilogram, sehingga kerugian mencapai Rp13.419.494,-.
“Itu sesuai harga Disbun (Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Timur),” kata Nadir Hakim.
Senin ada 846 janjang dengan berat 11.500 Kilogram dan harga Rp24.753.960,-. Kemudian pada Selasa ada 682 janjang seberat 6.752 Kilogram dengan harga Rp14.853.960,-. Rabu sebanyak 913 janjang seberat 9.038 Kilogram seharga Rp19.883.600,-. Kamis, ada 1.351 janjang seberat 13.929 kilogram seharga Rp30.643.800,-.
Dilanjutkannnya, pada Sabtu ada 2.463 janjang yang diambil dengan berat 31.477 Kilogram dan nilainya Rp69.249.400,-. Total 78.547 Kilogram. Dengan harga saat itu kerugian menjadi Rp172.804.214.
“Jum’at tidak masuk. Lebih banyak lagi di Pahu Makmur. Tapi data saya yang di Kedang Makmur saja,” jelasnya.
Kepada Majelis Hakim, Nadir Hakim mengatakan, dari lima estate di areal Lonsum, pencurian dilakukan di estate Kedang Makmur dan Pahu Makmur. Tepatnya di Divisi 1, 2, 5 dan 6. Tercatat ada tujuh hari aktivitas pencurian.
Ia menegaskan, telah beberapa kali menegur Terdakwa Pagior dan Fiktor Palo melalui sambungan telepon dan ketika bertemu langsung. Agar tidak memanen atau mengambil Buah Sawit di areal yang diakui milik Lonsum. Hanya saja, terdakwa mengaku lahan tersebut miliknya dan berhak atas Buah Sawit tersebut.
Dia menjelaskan, perbuatan Pagior dan kawan-kawan telah melawan hukum.
“Saya bilang, itu milik perusahaan. Tapi tetap ambil buah. Buah yang sudah dikumpul di TPH (Tempat Pengumpulan Hasil), dirampas oleh Pagior. Akhirnya kami laporkan ke Polres,” katanya, seraya mengaku kebanyakan berdasarkan laporan dari komandan regu pengamanan di bawah pimpinannya.
Keterangan saksi diragukan Syaiful Anwar. Saksi seolah tahu persis kejadian setiap hari di kebun. Sementara saksi mengakui mendapat informasi pencurian oleh Pagior dan kawan-kawan, dari grup WhatsApp.
Pengacara ini juga mempertanyakan tuduhan pencurian. Sebab aktivitas Pagior dan kawan-kawan dilakukan terbuka. Masuk dan keluar areal Perkebunan melalui jalur utama. Juga melintasi pos keamanan.
“Lewat Pos Security saat angkut buah. Kenapa tidak dihentikan, atau dilaporkan saat itu,” katanya.
Ketua Majelis Hakim Buha Ambrosius Situmorang mencecar Nadir Hakim, yang mengakui hanya melihat kegiatan Pagior dan kawan-kawan di tanggal 25 dan 28 Maret 2024. Selebihnya hanya laporan.
“Saksi tanggal 10 sampai 17 Maret hanya terima laporan. Posisi sedang di Samarinda. Tanggal 28 Maret, buah sudah di tanah berjarak 200 meter dari mobil yang kosong. Bagaimana bilang mereka (Pagior dan kawan-kawan) yang panen, tapi buah tidak ada di mobil,” tegas hakim.
“Kami tidak sempat panen. Kalau bilang buah ada dekat mobil itu bohong. Yang panen itu perusahaan. Saya dijemput tanggal 28. Tidak tahu apa-apa, langsung diborgol dan dibawa ke Polres. Saat tanggal 28 di lokasi, saksi (Nadir Hakim) tidak ada,” ungkap Pagior saat diberikan kesempatan berbicara oleh Majelis Hakim.
“Saksi bilang tak ada kebun masyarakat di klaim areal perusahaan, itu bohong. Saya tak bisa buat Sertifikat rumah karena itu. Ada diakui saksi, ada kegiatan orang lain, sering juga ada di lapangan. Kenapa itu tidak ditangkap,” kata Fiktor Palo kepada saksi Nadir Hakim.
Nadir Hakim mengakui ada warga yang ditangkap karena diduga mencuri Buah Sawit, tapi kemudian dilepaskan.
“Karena perusahaan menilai tak mencapai nilai minimal kerugian. Sudah kami tangkap dan bawa ke Polres, tapi bukan kami yang melepasnya,” akunya.
Saksi Ahli dari BPN Kubar tidak bisa dihadirkan oleh JPU dengan alasan, menghadiri kegiatan di Balikpapan hingga tiga hari ke depan. Keterangannya dalam BAP dibacakan JPU dengan melampirkan bukti-bukti dokumen. Salah satunya salinan Sertipikat HGU bernomor 01 tanggal 18 Maret 2004. (DETAKKaltim.Com)
Penulis: Lee
Editor: Lukman